Pages

Tuesday, 9 February 2016

NGENTOT DENGAN ISTRIKU DI PANTAI

Sekitar satu minggu yang lalu isteriku, Dayu dan aku diundang hadir ke sebuah beach resort bersama dengan rekan-rekan kerjanya. Isteriku bekerja pada bagian marketing di sebuah perusahaan besar yang sangat sukses beberapa tahun belakangan, dan hal tersebut berimbas pada kesejahteraan karyawannya yang semakin naik dan beberapa bonus juga, salah satunya adalah perjalanan ke resort kali ini. Aku sangat bergairah untuk pergi, meskipun dia merasa khawatir bertemu dengan rekan-rekan kerja isteriku. Kantor Dayu bekerja sangatlah berkultur informal, dan kadang Dayu cerita padaku tentang semua godaan dan cubitan yang berlangsung selama jam kerja. Aku bekerja pada sebuah firma hukum, yang sangat disiplin dan professional, dan bercanda apalagi saling goda merupakan hal yang tak bisa ditolerir dalam perusahaan.
Dan hal itu mempengaruhi sikap dan perilakuku dalam keseharian, aku menjadi seorang yang tegas dan formal. Aku tak begitu yakin bisa berbaur dengan rekan kerja Dayu nanti. Dayu sendiri adalah seorang wanita periang dan mudah bergaul. Berumur 30 tahun, potongan rambut pendek seleher dan berwajah manis. Dia agak sedikit pendek dibawah rata-rata, pahanya ramping yang bermuara pada pinggang dengan pantat yang kencang. Sosok mungilnya berhiaskan sepasang payudara yang lumayan besar dan namun bulat kencang meskipun tanpa memakai penyangga bra. Kami berjumpa dibangku kuliah dan menjadi dekat dalam waktu singkat lalu menikah tak lama setelah kami lulus. Dia tak begitu berpengalaman dalam hal seks, meskipun aku bukanlah lelaki pertama yang berhubungan seks dengannya. Kala hari perjalanan itu tiba, kami mengenderai mobil menuju resort tersebut. Dalam perjalanan kesana Dayu menceritakan kalau dia telah membeli sebuah bikini baru untuk akhir pekan kali ini. “Mau pamer tubuh ke orang-orang, ya?” candaku padanya. “Mungkin,” jawabnya dengan tersenyum. “Maksudmu?” tanyaku penasaran.
Dayu yang kutahu tak begitu suka mempertontonkan tubuhnya, aku selalu merasa sulit untuk sekedar memaki pakaian renang yang minim. “Nggak ada, bukan apa-apa” Dayu tertawa menggoda suaminya. “Sudah pernah kubilang padamu kan kalau dikantor kita senang bercanda dan saling menggoda. Liburan ini pasti tak ada bedanya, hanya tempat dan suasananya yang beda untuk sedikit genit didepan para pria.” “Kamu juga genit di depan teman-teman priamu?” tanya Wisnu gusar. “Bukan cuma aku, sayang. Semua teman wanitaku juga melakukannya kok,” jawab Dayu menjelaskan. “Cuma sedikit genit, menggoda dan bercanda. Kamu tahu, kadang saling bercanda mmm… yeah bercanda agak jorok, seks dan juga sedikit tontonan.” “Tunggu, apa?” suara Wisnu agak meninggi. “Tontonan? Kamu mempertontonkan tubuhmu ke teman-teman priamu?” “Oh, sayang, ini bukan sungguh-sungguh,” jawab Dayu. “Cuma menggoda kok. Hanya sedikit menyingkap baju, kadang sedikit memberi bonus dengan memperlihatkan dada sebentar.” Aku terhenyak, isteriku memperlihatkan payudaranya pada pria lain? Pria lain di kantornya? Ini bukan seperti sosok Dayu yang kukenal selama ini. Hanya seberapa dekat dia dengan teman kerja prianya? Kepalaku dipenuhi oleh pikiran yang berkecamuk tak karuan hingga akhirnya kami tiba di resort.
Segera kuparkir kendaraan kami. Begitu memasuki lobby dengan bawaan kami, sekelompok orang melambai ke arah Dayu untuk mendekat. Mereka adalah beberapa orang dari rekan-rekan kerjanya dan Dayu memperkenalkanku. Alan, Dave, Eddie, Gary adalah nama taman-teman prianya dan yang wanitanya Sasha, Kristin, Melly dan Nina. Mereka berkata pada Dayu kalau semua orang harus bertemu di kolam renang pribadi dan minum-minum dulu sebelum berikutnya pergi ke pantai. Kami setuju untuk menyusul mereka secepatnya setelah menaruh bawaan dikamar dan berganti pakaian. Baru saja mereka beranjak, Alan sudah beraksi dengan mencubit pinggul Dayu yang langsung memekik kegelian dan mendorong tubuh Alan menjauh. Aku sangat terkejut mendapati hal tersebut dan hampir saja teriak marah, tapi mereka semua mulai tertawa, termasuk Dayu, jadi aku pikir inilah sebagian dari cara mereka saling menggoda dan bercanda.
Aku tak mau dianggap seorang yang kolot dan tak bisa berbaur di lima menit pertama kehadiranku, jadi aku hanya diam saja membiarkan. Kami menuju ke kamar kami dan mulai berganti pakaian dengan pakaian renang. Dayu masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan kemudian keluar dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Aku ingin melihat apa yang dipakainya dibalik handuk tersebut, tapi dia langsung memotongku sebelum mampu berkata sepatah kata “Ayo, kita turun!” Kuraih sebuah buku dan berjalan mengikutinya menuju kolam renang. Kantor Dayu pasti sudah menyewa seluruh kolam tersebut, karena ada logo perusahaan pada semua handuk dan pada tulisan selamat datang. Ada sekitar lima puluhan orang di area kola mini.
Kebanyakan dari mereka adalah pria, dan yang membuatku kecewa, kebanyakan dari mereka terlihat muda dan menarik. Para wanitanya juga tak ada yang mengecewakan. Kebanyakan mereka hanya berbikini minim memperlihatkan keindahan tubuh muda mereka. Baru saja aku hendak bertanya dimanakah teman-temannya yang tadi, saat kulihat isteriku sedang membuka handuk penutup tubuhnya. Apa yang terpampang dihadapanku sangat membuatku terpaku, dibalik handuk tersebut dia memakai sebuah bikini warna merah tua dan… sangat minim.
Bagian atasnya hanya menutup sebagian depan dari payudaranya, dan tali penahannya yang terkalung dileher jenjangnya terlihat seakan siap untuk dilepas. Sedangkan bagian bawah hampir menyerupai thong, memperlihatkan keindahan paha dan bongkahan pantatnya. Dia terlihat begitu menawan. Tak heran dia menutupinya dengan handuk saat dikamar tadi, pikirku. Dia tahu kalau aku pasti akan meributkan apa yang dipakainya. Baru saja aku hendak berkomentar namun terpotong oleh sebuah teriakan dari seberang kolam, “Hey, lihat Dayu!” Dan langsung disusul oleh riuh rendah suara yang diiringi siulan nakal dari para pria di area kolam tersebut. Dayu hanya tertawa riang lalu melakukan sebuah pose, memperlihatkan perutnya yang rata dan kemulusan pahanya sambil mengoleskan sun-block ke tubuhnya. Dia menoleh ke arahku dan berkata, “Lihat kan? Hanya menggoda saja!” Aku hanya mengangguk dan terdiam. Aku harapdia mengatakan sesuatu tentang betapa terbukanya pakaian renang yang dia pakai ini tapi itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan, ini tetap hanya sebuah bikini. Jika para pria ingin memandangi tubuh isteriku, apa salahnya dengan itu? Bahkan aku bisa merasa bangga akan hal tersebut.
Aku rebah di atas bangku malas dan mulai membuka buku yang kubawa sedangkan Dayu berjalan menghampiri teman-temannya. Aku berencana menghabiskan waktu dengan membaca, namun mataku terus melayang ke arah dimana isteriku berada. Setiap kali aku melihat Dayu, dia tengah asik bercanda dengan teman prianya. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti membaca, dan hanya memperhatikan setiap tingkah lakunya sambil terus pura-pura membaca bukuku. Di salah satu sudut kolam tersebut ada bar yang menyuguhkan berbagai macam minuman dan sudah berulang kali aku kesana untuk sebotol bir dingin. Kelihatannya minumannya sudah dipersiapkan dalam jumlah dan ragam yang banyak untuk membuat pesta ini berjalan meriah.
Kuamati Dayu sudah berulang kali pergi ke sana untuk segelas margaritas dan entah sudah berapa banyak orang yang pergi mengambilkan minuman untuknya. Namun yang jelas dia semakin bertambah mabuk seiring berjalannya waktu. Ditambah lagi para pria yang mendorongnya dan juga para wanita lainnya untuk minum lebih banyak lagi. Pada suatu kesempatan Dave menantang Dayu untuk berlomba menghabiskan minuman dalam gelas mereka, yang tentu saja dimenangkan Dave dengan mudah, melihat kondisi Dayu sudah lebih dari sekedar mabuk. Baru saja aku mulai kembali membaca, Dayu datang menghampiri. Dia baru saja keluar dari dalam kolam dan tubuhnya basah kuyup. Dengan kain penutup tubuh yang dia kenakan menempel erat disetiap lekuk tubuhnya, membuat dia semakin terlihat menggoda. “Hai, sayang,” sapanya. “Sudah lebih santai?” “Yeah,” jawab Wisnu. “Kamu sendiri, bisa bersenang-senang?” “Oh, ya,” dia tersenyum manja. “Aku sudah agak mabuk.” Itu terlihat jelas, tapi aku tak mau lebih mendesaknya. Dayu mengeringkan tubuhnya dengan handuknya, lalu melangkah kembali ke teman-temannya. Aku kembali pada bacaanku, hingga tiba-tiba saja kudengar suara jeritan. Dengan cepat aku menoleh ke arah suara tersebut, tepat disaat kulihat Melly yang tengah menutupi payudara telanjangnya dengan tangannya.
Salah satu dari pria tersebut menarik lepas penutup dadanya dan sekarang tengah berlari dipinggiran kolam dengan menenteng penutup dada tersebut. Melly mengejarnya, dengan lengan menyilang menutupi dadanya hingga si pria berhenti lalu menangkap tubuh Melly dan menariknya bersamanya menceburkan diri ke dalam kolam. Aku dengar sebuah suara jeritan lagi dan salah seorang wanita yang tak kukenal sekarang juga tak berpenutup dada. Alih-alih menutupi payudaranya, kali ini si wanita hanya membiarkan saja pria yang menarik lepas penutup dadanya itu berlari menjauh dan dia terus mengobrol dengan temannya seakan tak terjadi apapun. Aku memandang sekeliling untuk mencari Dayu. Dia sedang sedang mengobrol dengan seorang pria di kolam yang dangkal. Kuperhatikan Alan sedang berenang ke arahnya dari belakang dan muncul tepat dibelakangnya lalu menyentakkan tali penahan penutup dadanya di leher. Penutup dada Dayu tertarik erat menekan daging bulat kenyal tersebut dan tiba-tiba saja payudaranya terayun meloncat lepas dari penutupnya. Dia memekik dan tubuhnya berbalik ke belakang untuk memukul Alan. Alan mengangkat penutup dada tersebut tinggi ke atas, Dayu hanya tertawa keras lalu melompat mencoba merebutnya. Nampak payudaranya terayun seiring tiap lompatannya, puting merah mudanya terlihat jelas mencuat keras membuat seluruh pria dikolam tersebut bersorak riuh.
Dave bergerak ke belakang Dayu lalu menangkap pinggangnya dan mengangkatnya tinggi tinggi agar bisa meraih penutup dada yang dipegangi Alan. Dayu rebut penutup dada tersebut dari tangan Alan lalu mengibaskannya pada Alan dengan tertawa genit. Dayu mulai memakai kembali penutup dadanya, namun masih kalah cepat dengan tangan Alan yang menjulur ke arahnya untuk meremas payudara telanjangnya yang sebelah kiri. Kembali Dayu memekik dan menepis tangan Alan untuk menjauh. Rupanya para wanita tak membiarkan begitu saja dengan perbuatan para pria terhadap penutup dada mereka. Beberapa menit setelah Dave membantu Dayu tadi, nampak Melly berjalan mengendap dibelakang Dave yang sekarang berdiri di depan Bar lalu menarik turun celana renang yang dipakai Dave. Sebuah batang penis yang besar menyembul keluar dan seluruh wanita menjerit riuh tak terkecuali Dayu. Dave hanya tertawa keras dan mulai mengejar Melly yang berlari mengitari tepian kolam. Dengan konyol Dave berlari mengejr dan mengibas-ngibaskan batang penisnya ke arah Melly yang berlari, menjerit dan tertawa. Setelah beberapa menit kemudian, Dayu keluar dari kolam renang dan berjalan ke arahku. Sebelum dia mampu mengucap sepatah kata, aku sudah memberondongnya dengan pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi disana. “Oh, sayang, bukan apa-apa. Mereka hanya bersenang-senang, itu saja,” jawab Dayu. “Aku rasa melihatmu telanjang dada dan juga menyentuh dadamu bukan sekedar bercanda atapun senang-senang!” kataku ketus. “Sayang, jangan terlalu kolot begitu. Lagipula aku sudah memakai penutup dadaku lagi. Lihat para pria itu, mereka melepas beberapa penutup dada teman wanitaku yang lainnya lagi dan sebagian dari para merka, mereka tak ambil pusing untuk memakainya lagi.” Dia berhasil memojokkanku. Beberapa teman wanitanya sekarang sudah mondar-mandir dengan telanjang dada, terkadang salah seorang pria akan mendekat untuk sekedar menyentuh atau meremas payudara mereka.
“Lagipula,” Dayu membungkuk dan tiba-tiba memelankan suaranya, “Bukankah ini membuatmu terangsang melihat para pria melirikku? Mengintip dadaku dan menyentuhnya sedikit?” Aku jadi terdiam karena memang itu kenyataannya. Aku merasakan rangsangan setelah melihat para pria tersebut menggoda isterinku, namun aku juga merasakan cemburu yang sangat besar. “Semua hanya coba bersenang-senang dan tak ada yang dirugikan,” sambung Dayu lagi. “Coba pikirkan saja betapa nakalnya isterimu ini, membiarkan para pria melihat dadanya dan menyentuhnya.” Aku menganggukkan kepala pelan dan dia tersenyum lebar lalu melangkah pergi. Aku merasa harus mengucapkan sesuatu, namun moment tersebut telah musnah. Lagipula, jika para pria berlaku seperti itu pada semua wanita di sini, tak ada alasan bagiku untuk merasa marah. Aku coba lagi untuk konsentrasi pada buku yang kubawa, namun tak berapa lama rasa kantuk melanda. Aku ambil kacamatku lalu dengan cepat terlelap. Saat aku terbangun, suasana menjadi sangat riuh di dalam kolam. Kebanyakan para wanita yang berada disana sudah tak memakai penutup dada lagi, termasuk Kristin yang tengah berjalan lewat di depan tempatku berada. Kristin berbadan lebih tinggi dibandingkan Dayu, tapi payudaranya lebih kecil.
Dadanya terekspos bebas, dan penutup dadanya terlihat menggantung dilehernya, mungkin hasil usil beberapa pria yang melepaskan pengaitnya. Aku masih merasa ngantuk namun sudah terjaga, dan dengan kaca mata yang menutupi mataku terlihat aku masih tertidur. Aku sapukan pandangan ke seantero area kolam untuk mencari istriku dan kusaksikan suasana sudah semakin memanas, beberapa pasang pria wanita bahkan terlihat saling bercumbu di dalam kolam renang tanpa mempedulikan sekeliling lagi. Akhirnya kutemukan keberadaan Dayu, yang sedang duduk dipinggir kolam dengan kakinya masuk ke dalam air. Alan menemaninya di dalam kolam, lengannya bertumpu di atas paha Dayu. Keduanya terlihat asik ngobrol dengan wajah yang hampir bersentuhan. Ekspresi wajah Dayu terlihat jengah, sedangkan Alan terlihat sedang merajuk tentang sesuatu. Sebentar-sebentar terdengar suara tawa renyah pecah dari mulut Dayu, terdengar jelas kalau dia masih dalam kondisi mabuk. Beberapa menit berselang, terlihat Dayu mengangkat lengannya dan mengangkat salah satu tali penahan penutup dadanya dibahunya kemudian pelan-pelan dia turunkan dari bahunya. Alan mengucapkan sesuatu yang kembali membuat tawa isteriku pecah.
Kemuadian dia memegang tangan Dayu dan menariknya masuk ke dalam air diantara kedua pahanya. Brengsek, umpatku dalam hati. Apa Alan sudah membuat isteriku menyentuh batang penisnya? Dayu memekik terkejut pada awalnya lalu kembali dia tertawa. Dia tetap membiarkan tangannya berada di dalam air, lalu mulailah terlihat dia menggerakkan tangannya. Kembali Alan mengucapkan sesuatu dan Dayu tertawa lagi, lalu dia angkat tangannya dari dalam air dan menurunkan tali penahan penutup dadanya yang satu lagi dari bahunya. Dia memandang sekilas kearahku, dan aku terdiam tak berani bergerak. Aku pasti telah membuatnya yakin kalau aku masih tertidur lelap karena kemudian dia menoleh kembali pada Alan. Penutup dadanya sekarang hanya bergantung ditahan hanya oleh daging bulat payudaranya saja. Alan sekarang memandanginya tanpa sungkan-sungkan lagi dan mengobrol dengan penuh semangat. Aku tak tahu apa yang tengah dia ucapkan, tapi melihat isteriku yang terlihat melakukan setiap apapun yang Alan pinta, itu pasti sebuah paduan sempurna dari sebuah humor dan rayuan. Beberapa saat berikutnya kembali tangan Dayu masuk ke dalam air. Kali ini dia terlihat menahan nafas. Apapun yang dia pegang di dalam air tersebut, itu membuatnya terkesan. Alan tertawa dan membisikkan sesuatu yang membuat tawa Dayu lebih pecah dengan kerasnya.
Kembali Dayu mengangkat tangannya dari dalam air kemudian meremas kedua lengannya rapat-rapat. Belahan daging payudaranya terangkat sedikit, cukup untuk membuat penutup dadanya sedikit lebih turun lagi, membuat putingnya sekarang terekspos di hadapan mata Alan. Putingnya yang merekah terlihat sangat keras dan mencuat menggiurkan dari bulat kenyalnya payudaranya yang indah. Menyaksikan hal itu membuatku sangat terkejut sekaligus merasa api birahiku berkobar hebat, batang penisku langsung tebangun dan ereksi penuh. Aku tak bisa percayai kalau isteriku telah mengekspos dirinya dihadapan seorang pria seperti itu, dan aku tak bisa percaya kalau diriku sendiri merasa terangsang karena melihat kejadian tersebut. Apa yang salah dengan diriku? Alan sangat menikmati waktunya mengamati keindahan payudara Dayu untuk bebeapa waktu, kemudian dia membungkuk mendekat ke arah Dayu dan membisikkan sesuatu di telinganya.
Dayu tertawa genit dan kembali tangannya bergerak masuk ke air. Keduanya diam tak berbicara untuk beberapa saat sedangkan tangan Dayu bergerak naik turun di dalam air. Terlihat nyata kalau Dayu tengah mengocok batang penis Alan. Beberapa detik kemudian Dayu menoleh ke arahku dengan ragu-ragu. Aku yakin jika dia melihatku bergerak, maka dia akan langsung menghentikan apapun yang tengah dia lakukan itu, tapi aku tetap diam tak bergerak. Aku merasa seberapa besar rasa cemburu dalam dadaku, maka sebesar itu pula keinginanku untuk melihat apa yang akan terjadi berikutnya. Setelah memastikan kalau aku masih tetap tertidur, Dayu turun dari tepian kolam lalu masuk ke dalam air. Sekarang dia berdiri berhadapan dengan Alan, penutup dadanya menempel diperutnya. Kedua tangannya kembali masuk ke dalam air lalu keduanya nampak sedikit menggeliat untuk beberapa saat. Aku hanya mampu menebak apa yang tengah mereka lakukan hingga celana renang Alan tiba-tiba saja muncul dari dalam air disamping tubuhnya.
Dayu telah melepaskannya! Keduanya tertawa berbarengan, lalu kembali Dayu memasukkan tangannya kedalam air. Nafas Alan mulai terlihat berat dan tatapan matanya terpaku pada payudara indah milik isteriku. Dayu hanya tertawa genit atas tatapan mata Alan pada payudaranya tersebut dan bahkan beberapa kali nampak dia sedikit menggoyangkan dadanya untuk memberikan sedikit tontonan pada Alan. Dayu mulai menggerakkan tangannya naik turun dengan cepat dan semakin bertambah cepat, sementara itu Atatapan mata Alan tak pernah lepas dari payudara isteriku. Tiba-tiba Alan memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit bibir bawahnya. Dayu melihat ke bawah dan menatap air seakan terhipnotis saat Alan mulai menggelinjang. Setelah beberapa saat dia berhenti menggelinjang dan membuaka matanya kembali. Lalu Alan membisikkan sesuatu padanya yang membuat Dayu menjerit dengan nada genit marah dan mendorong Alan menjauh. Alan tertawa dan menggenggam celana renangnya, sedangkan Dayu memakai penutup dadanya kembali. Aku sudah tak yakin lagi apakah yang mampu membuatku terkejut lagi, menyaksikan isteriku memasturbasi pria lain didepan mataku ataukah kenyataan bahwa tak ada seorangpun yang memperhatikannya. Melihat sekeliling, kusaksikan begitu banyak orang yang saling mencumbu, dan aku rasa mereka berdua merasa sangat yakin kalau tak ada seseorangpun yang memperhatikan apa yang mereka perbuat.
Aku bertanya kalau diriku masih seorang pria lugu dan kolot lagi sekarang, benarkah begitu? Benakku menjawab, masih, namun batang penisku yang ereksi berkata tidak. Setelah setengah jam berikutnya, Kristin berdiri, masih bertelanjang dada mengumumkan bahwa saatnya untuk pergi ke pantai telah tiba. Perusahaan telah menyewa beberapa van untuk mengangkut semua orang disana dan tidak memperbolehkan memakai mobil sendiri. Aku pura-pura baru bangun dari tidurku saat Dayu berjalan mendekatiku. Dia masih agak mabuk, jika tak mau dikatakan mabuk dan kuputuskan untuk melihat apakah dia akan mengungkapkan semuanya. “Ada yang terjadi lagi saat aku tertidur?” “Tak begitu banyak, sayang,” jawabnya. “Ada lagi yang mencuri lepas penutup dada?” desakku. “Kenapa?” tanya istriku dengan nada menggoda. “Apa kamu ingin dengar tentang itu?” “Mungkin,” jawabku, meskipun dengan cara penyampaiannya itu membuatku terdengar sangat ingin mendengarnya. “Well, tak ada lagi yang mencuri lepas penutup dada, tapi Alan masih ingin melihat payudaraku dan dia terus merajuk. Jadi kupikir dia juga sudah melihatnya, aku memberinya sedikit bonus lagi.” “Oh,” jawabku. “Jadi kuturunkan sedikit penutup dadaku dan membiarkan dia melihatnya.
Tapi hanya itu saja. Tak apa-apa kan sayang? Kamu tak marah padaku karena sudah memperlihatkan payudaraku sebentar pada teman priaku?” jawabnya dengan nada merajuk. “Aku rasa begitu…” jawabku datar. Aku sedang membayangkan dia memasturbasi Alan. Kami mengemasi handuk kami dan kemudian berjalan mengikuti yang lain menuju ke area parkir. Kami masuk ke dalam van yang semua orang di dalamnya tak kukenal lalu mulailah kami berangkat menuju ke pantai. Jalanan yang dilalui sangat jelek dan membuat van yang kami tumpangi terlonjak-lonjak, namun aku tak begitu merasakannya karena aku tengah fokus pada usaha untuk mengingat apa yang kusaksikan pada Dayu dan Alan tadi. Saat tiba di pantai, kuperhatikan kalau perusahaan juga sudah mengeset sebuah erena untuk permainan bola voli lengkap dengan net-nya dan segera saja Kristin dan Nana sudah berinisiatif untuk memuali sebuah pertandingan. Kuputuskan untuk rebah diatas pasir saja dan melihat, berusaha untuk menata perasaan dan melegakan himpitan dalam dada, sedangkan Dayu langsung bergabung dalam permainan. Kedua team terbagi dalam kelompok wanita dan pria. Sebenarnya pertandingan tersebut menyenangkan untuk disaksikan karena para pemainnya ternyata lumayan mahir dan juga karena para wanita terlihat begitu menawan saat melompat dalam balutan bikini minim mereka. Seiring jalannya pertandingan, suasana semakin bertambah panas, kata-kata jorokdan ejekan penuh sendau gurau terus bersahutan. Sekarang tibalah saatnya bagi isteriku untuk serve. “Siap-siap guys, kali ini kalian ak akan bisa mengemblikan!” teriaknya.
“Kamu mau bertaruh untuk penutup dadamu?” teriak Eddie membalas. Langsung terdengar riuh rendah suara menyambut dari para penontonnya. Dayu terdiam beberapa saat, mimik wajahnya menggambarkan ekspresi yang sangat seksi kemudian belas menyahut, “Kalau kamu tak bisa mengembalikannya, kamu harus melepas celanamu!” “Ok, tapi itu tak akan terjadi sayang!” balas Eddie. Dayu merespon dengan melempar bola ditangannya tinggi-tinggi dan mengirimkan sebuah serve yang sangat kuat. Aku tak yakin berapa banyak rekan kerjanya yang tahu, kalau dia saat kuliah dulu termasuk andalan dalam team bola voli. Bola tersebut mengarah sangat sesuai dengan yang dia inginkan, mendarat dengan tajam diantara dua pemain yang paling payah. Para wanita bersorak menyambutnya sedangkan para pria terlihat menepuk kepalnya sambil mengerang kesal. Eddie bersiul dan menghadap ke arah Dayu, kemudian mencengkeram celananya kemudian menurunkannya. Batang penisnya tak sepanjang milik Dave namun jauh lebih besar.
Benar-benar cukup besar untuk mengundang siulan dan teriakan dari para wanita. Dayu menatapnya dengan senyum birahi tergambar pada wajahnya. Belum pernah diamenatap bang penisku dengan ekspresi seperti itu sebelumnya. Dayu bersiap untuk serve berikutnya dan berteriak pada seorang pria yang tak kukenal, “Hey, Don! Mau bertaruh yang sama juga?” Doni melihat ke arah Eddie, lalu beralih ke dada isteriku dan kemudian menjawab, “Tentu saja!” Dayu memberikan sebuah serve penuh tenaga lagi, namun kali ini para pria sudah lebih siap menyambutnya. Salah seorang pria melompat menyambut datangnya bola, bola tersebut melayang cukup tinggi bagi Dave untuk menyambutnya dengan smash yang keras. Para wanita terlihat terkejut dengan serangan tersebut, dan begitu bola mendarat mulus diatas pasir, para pria berteriak menyambutnya, “Lepas! Lepas!” Dayu menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganna, dia tertawa malu, lalu tangannya bergerak kebelakang tubuhnya untuk melepaskan penutup dadanya. Dia menahannya didada untuk beberpa saatdan kemudian melepas kain penutup dada tersebut ke samping. Payudara bulat indahnya yang dihiasi putting merah mencuat terpampang jelas tanpa penghalang lagi. Para pria mulai bersiut dan berteriak menyambutnya, sedangkan Dayu tampak memerah wajahnya dan tertawa. Dayu memainkan sisa pertandingan dengan bertelanjang dada, membuat semua orang mendapatkan sebuah tontonan indah. Setiap kali dia berlari atau melompat untuk mengembalikan bola, payudaranya akan memantul dengan seksi. Kuperhatikan semua selangkangan para pria terlihat menonjol karena ereksinya melihat semua gerakan isteriku, khususunya Eddie.
Tak lama kemudian game tersebut berakhir dengan kemenangan dipihak team isteriku. Dayu dia berjalan memungut penutup dadanya, tapi tak memakainya kembali. Lalu dia berjalan menghampiri Eddie, yang baru saja mengambil celananya. Kuamati dia agak merentangkan punggungnya ke belakang, membuat payudaranya lebih menonjol kedepan. Mereka mulai mengobrolkan sesuatu, dan kuperhatikan pandangan isteriku lebih sering tertuju pada batang penis besarnya Eddie dan mata Eddie seakan juga tak mau lepas dari dada isteriku. Eddie mengucapkan sesuatu, lalu mendorongkan batang penisnya kearah isteriku. Dayu tertawa genit dan menggelengkan kepalanya, tapi pandangannya tak beralih dari batang penis tersebut. Eddie tetap pada posisinya, tak bergerak dan setelah beberapa lama tangan isteriku menggapai ke depan dan menggenggam batang penis milik Eddie. Dia memeganginya sejenak, kemudian dia sedikit menggoyangkannya dan dia tertawa senang. Eddie juga tertawa, kemudian tangannya terjulur kedepan dan menarik bagian depan dari kain penutup selangkangan yang dipakai Dayu. Dia membungkuk kedepan untuk mengintip vagina isteriku, sedangkan Dayu menjerit malu namun tak berusaha menghentikannya. Tiba-tiba saja Eddie menyentakkannya turun hingga ke pergelangan kaki isteriku.
Dayu menjerit, membuat semua orang menoleh ke arahnya dan menyaksikan vaginanya yang dihiasi rambut tercukur rapi terekspos penuh. Tubuh indah isteriku telah telanjang seutuhnya sekarang, dan ekspresi malunya semakin membuatnya terlihat sangat cantik. Dengan cepat Dayu menaikkan penutup tubuh bawahnya dengan diiringi sorakan para pria, namun dia tak memakai kembali penutup dadanya. Matahari sudah mulai beranjak ke peraduannya sekarang, lalu Kristin meminta semua orang untuk kembali ke resort, semuanya diminta untuk berkumpul kembali di hot tub jam 10 nanti. Kami mulai berkemas dan berjalan menuju mobil, kami berjalan dengan santai dan saat kami tiba ke tempat parkir, yang tersisa hanya sebuah mini-van kecil dan orang yang masih ada berjumlah delapan orang. Iseriku adalah satu-satunya wanita dikelompuk ini dan pria yang kukenal dalam grup ini hanyalah Gary dan Dave. Garry naik ke kursi pengemudi dan menyuruh kita semua untuk segera masuk ke dalam mobil. Barusaja aku hendak menyuruh isteriku agar duduk di kursi belakang, namun Dave yang berada dikursi depan berkata, “Hey, Dayu, duduk disini saja, kupangku! Biar semuanya cukup.” Dayu sama sekali tak melirikku untuk meminta persetujuan. “Oke,” dia tertawa manja, “Tapi jangan macam-macam!” Kemudian dia naik ke pangkuan Dave, dengan masih hanya memakai penutup tubuh bawahnya saja.
Para pria yang lainnya dengan cepat saling berebut naikke kursi tengah, membuatku terpaksa duduk jauh dibelakang. Semua orang kecuali aku dan Gary sudah dalam keadaan lumayan mabuk. Aku duduk dibelakang, disamping seorang pria yang keadaannya sudah mabuk berat, dan berbicara tentang sepak bola dengan suara yang sangat keras. Semua orang nampak asik dengan topik yang diangkat pria ini, jadi ada empat orang pria yang mabuk saling teriak satu sama lainnya dalam mini-van ini. Aku tak begitu ingin ikut masuk dalam pembicaraan mereka, karena aku ingin konsentrasi mengawasi isteriku yang berada di depan. Aku tak mau Dave mengambil kesempatan dlam situasi ini. Sudut pandangnku sangat kurang menguntungkan dan aku harus membungkuk ke depan untuk dapat melihat apa yang terjadi dikursi depan.
Pada awalnya kulihat isteriku nampak bersandar ke tubuh Dave di belakangnya, yang berusaha memasang sabuk pengaman ke tubuh mereka berdua. Itu membuatnya harus meraih kedepan dan tangannya menyentuh payudara Dayu karenanya. Dave melakukannya lebih lama dari yang seharusnya, tapi Dayu hanya membiarkannya saja. Kami mulai memasuki jalanan yang jelek, membuat mini-van ini melompat-lompat dan yang berada didalamnya terguncang. Ditengah guncangan yang terjadi itu kuamati tangan Dave yang semula berada di dada Dayu bergeser ke pahanya. Keduanya asik mengobrol dan tertawa-tawa, tapi karena keberadaanku di belakang dan ditambah pula suar berisik para pria mabuk ini yang membicarakan sepak bola dengan sura yang keras membuatku dapat mendengar apa yang tengah dibcarakan Dayu dengan Dave. Satu dari pria mabuk ini menoleh padaku dan bertanya tentang team sepak boal favoritku. Aku berusaha untuk tetapa fokus pada kejadian di kursi depan, tapi aku tak ingin menarik perhatian para pria mabuk ini.
Jadi kujawab pertanyaaan pria tersebut dan mulai masuk dalam perbicangan tentang sepak bola ini. Jalanan yang kami lalui bertambah semakin parah, dan aku harus susah payah menjaga posisiku agar tetap stabil dan pada perbincangan tersebut. Saat akhirnya aku bisa melirik ke arah depan lagi, keperhatikan Dayu dan Dave sudah tak memakai sabuk pengaman lagi. Tak ada yang kelihatan aneh. Tangan Dave masih berada dipinggang isteriku, meskipun sekarang posisi duduk Dayu agak lebih naik di pangkuan Dave dan terguncang naik turun. Kupikir guncangan tersebut disebabkan oleh buruknya kondisi jalan, namun saat mobil berhenti dilampu merah, kuperhatikan tubuh Dayu tetap bergerak naik turun. Aku tak bisa melihat ekspresi keduanya dan tiba-tiba saja sebuah prasangka buruk menyergap otakku, mungkin saat ini Dave sedang menyetubuhinya. Kecurigaanku semakin besar saat kuamati mereka berdua sama sekali diam tak saling bicara.
Disisa perjalanan aku membungkuk ke depan dan mengamati tubuh isteriku terayun naik turun, menerka-nerka tentang kemungkinan kemungkin yang terjadi dikursi depan. Setelah sekitar dua puluh menitan, mobil berbelok arah dan sudah tampak resort di depan. Aku yang paling terakhir keluar dari dalam mobil dan aku bergegas menyusul Dayu yang sudah berjalan didepan bersama Dave dan Gary. Saat akhirnya aku berhasil menyusulnya, kuperhatikan kalau wajahnya tampak memerah dan dia sedikit berkeringat. “Hey,” kataku, saat semua pria sudah berjalan menjauh didepan. “Apa yang sudah terjadi dikursi depan tadi?” “Apa? Apa yang sudah kamu lihat?” tanyanya, terdengar terkejut namun juga bersemangat. “Aku tak bisa melihat, tapi kuperhatikan kalau Dave terlihat sangat menikmati keadaannya,” jawabku mencoba berkilah. “Jangan marah, sayang, kami hanya bercanda saja,” dia mulai menjelaskan. “Dave terus mengeluh tentang celananya yang sangat sesak, jadi aku menyuruhnya untuk menurunkannya sedikit kalau dia mau. Sebenarnya aku cuma bercanda dan bermaksud menggodanya saja. Aku tak bermaksud agar dia benar-benar melakukannya, tapi dia sungguh-sungguh melakukannya. Andai saja kamu melihat betapa batang penisnya sungguh sangat besar ” terangnya dengan suara pelan namun punuh gairah “Sayang, batang penisnya itu sungguh besar.
Aku menggeseknya dengan pantatku beberapa saat. Lalu dia sepertinya menarik penutup tubuh bawahku kesamping dan kepala penisnya menyelinap masuk ke dalam bibir vaginaku begitu saja. Aku rasa itu tak sengaja. Dan kamu tahu kondisi jalannya yang sangat parah kan? Tubuhku jadi terangkat naik turun dan itu membuat batang penisnya semakin masuk bertambah dalam, hingga akhirnya… kamu mungkin tak percaya sayang, batang penisnya jadi masuk semuanya! Tapi baru sebentar saja aku merasakan vaginaku terisi penuh, mobilnya menghantam gundukan yang besar dan batang penisnya jadi tercabut keluar begitu saja, lalu kubetulkan lagi penutup tubuh bawahku dan selesai, itu saja.” Ekspresi wajahnya jadi bergairah dan menghiba disaat yang bersamaan. “Tak apa-apa kan sayang? Bukan masalah besar kan? Ini benar-benar kecelakaan dan lagipula dia tak sampai keluar.” Aku sama sekali tak mampu bicara. Isteriku telah berterus terang dengan sangat gamblang kalau dia baru saja menyetubuhi seorang pria. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Aku tak mungkin membuat keributan besar di resort ini, di hadapan semua orang. “Yah… kalau dia tak sampai keluar, kurasa itu tak maslah,” akhirnya jawabku lirih. “Kamu sungguh suami yang sangat pengertian sayang!” teriaknya senang sambil memelukku. “Ayo, kita cari sesuatu untuk makan malam!”



CABE CABEAN MANIS

Anna, Indah, Devi dan Lia memandangi terus ke bagian bawah tubuhku, apalagi kalau bukan batang kemaluanku yang sangat kubanggakan, hitam, panjang, besar, berotot, dan berdenyut-denyut. Lia sendiri sudah melepaskan seluruh pakaiannya. Puting susu Lia sudah membenjol cukup besar karena sering kali kuhisap, dan oleh Lia sendiri sering ditarik-tarik saat menjelang tidur. Payudaranya masih belum nampak mulai menumbuh. Untuk bagian bawah, vagina Lia sudah sedikit berubah. Dulunya hanya seperti garis membujur, sekarang dari kemaluan Lia sudah mencuat bibir bibir berdaging, hal ini dikarenakan sudah sering kumasuki dengan batang kemaluanku tentunya, tetapi itu semua tidak mengurangi keindahan dan kemampuan empotnya (hisapan dan pijatan vagina).
Aku main tembak langsung saja kepada Lia, sebab aku tahu Lia sudah sangat berpengalaman sekali untuk hal beginian. Kupagut bibir Lia, tanganku memainkan puting susu dan liang nikmatnya, Lia sudah cepat sekali terangsang, kulepaskan pagutanku, lalu kuciumi puting susunya. Kuhisap bergantian, kiri dan kanan. Anna, Indah dan Devi melihat caraku memainkan tubuh telanjang Lia, napas mereka bertiga mulai memburu, rupanya nafsu ingin ikut merasakan telah menghinggapi mereka.
Sekian lama kuciumi dan hisap puting susu mungil yang sudah lumayan membenjol besar itu, aku memang sangat suka sekali menetek dan menghisap puting susu, terlebih bila melihat ibu muda sedang menyusui bayinya, ouw, pasti aku langsung terangsang hebat.
Setelah puas kuberkutat di puting susu Lia dengan ciuman dan hisapan mulutku, kualihkan ke liang senggama Lia, kalau dahulu Lia tidak bisa menahan puncak orgasmenya, sekarang sudah sedikit ada kemajuan. Kuhisap dan kuciumi liangnya, Lia masih bisa menahan agar tidak jebol, tidak lama aku merasakan Lia sudah bergetar, kupikir jika aku terlalu lama menghisap lubang senggamanya, Lia pasti tidak akan kuat lagi menahan cairan maninya keluar, maka langsung saja kumasukkan batang kemaluanku yang sudah sangat tegang itu ke lubang kenikmatan Lia. Aku tidak merasa kesulitan lagi untuk memasuki lubang vagina Lia, sudah begitu hapal, maka semua batang kemaluanku amblas ke dalam lubang senggama Lia.
Anna, Indah dan Devi melihat dengan sedikit melotot seolah tidak percaya batang kejantananku yang hitam, panjang dan sedemikian besarnya bisa masuk ke lubang senggama teman mereka, yaitu Lia. Mereka bertiga mendesah-desah aku merasa mereka sudah ingin sekali merasakan lubang kenikmatan mereka juga diterobos batang kejantananku.
Aku menggerakan maju mundur, mulai dari perlahan lalu bertambah cepat, kemudian berganti posisi, berulang kali sekitar 15 menit. Aku sudah merasakan Lia akan mencapai puncak orgasmenya. Betul saja, tidak lama kemudian, Lia memelukku erat dan dari dalam lubang surganya aku merasakan ada semprotan yang keras menerpa kepala kejantananku yang berada di dalam lubang vaginanya. Banyak sekali Lia mengeluarkan cairan mani, Lia terkulai lemas, batang kejantananku masih gagah dan kokoh, memang aku sengaja untuk tidak menguras tenagaku berlebihan, target tiga vagina perawan yang menanti harus tercapai.
Lia kusuruh istirahat, Lia langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan sekaligus beristirahat, selanjutnya kutawarkan ke Anna, Indah, dan Devi, siapa yang mau duluan. Sejenak mereka bertiga sepertinya ragu, lalu akhirnya Anna yang mengajukan diri untuk mencoba.
“Bagus Anna, kamu berani deh.” pujiku kepada Anna.
Tanpa berlama-lama, kusuruh Anna untuk membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, langsung saja Anna melakukan apa yang kusuruh, aku memandangi Anna yang mulai melepas pakaiannya satu persatu, sampai akhirnya telanjang bulat. Tubuh Anna putih bersih, apa yang tadi membuatku penasaran sudah terobati, puting susu Anna kunilai aneh, payudaranya memang belum tumbuh, akan tetapi puting susunya itu membenjol lumayan besar. Bentuknya unik dan baru kali ini aku melihatnya, bentuknya mengerucut tumpul, puting susu dan lingkaran hitam kecoklatannya menyatu dan meninggi. Kata kamus ilmiah, puting susu berbentuk seperti ini langka sekali dan kualitas sensitifnya sangat tinggi, bisa dikatakan sangat perasa sekali. Sedangkan vaginanya masih berupa garis, dengan bagian sisinya sedikit membukit. Sepertinya vagina ini kenyal sekali dan super enak. Tidak sabar rasanya kuingin segera merasakannnya.
Aku langsung menciumi bibir Anna yang sensual itu, kupagut dengan mesra. Tanganku bergerak mengusap puting susu unik milik Anna. Benar saja, begitu telapak tanganku mengusap puting susunya, Anna merasa sangat terangsang.
“Ouwww… Oommm… enak sekali Oom..” Anna mengomentari apa yang dirasakannya.
Aku merasakan puting susu Anna mulai menegang. Segera saja kulepaskan pagutanku di bibir Anna, aku merasa senang, rupanya Anna telah tanggap dengan apa yang kumau, dengan tangannya sendiri menjepit puting susunya dan menyodorkan kepadaku. Maka dengan rakusnya, mulailah kuciumi dan kuhisap, Anna berkali-kali menjerit kecil. Rupanya puting susu Anna sangat perasa, tanganku tanpa sadar menyentuh kemaluan Anna, ternyata vagina Anna sudah basah dan banyak juga cairan maninya yang merembes keluar. Aku terus saja menyusu dan mengempot puting susu Anna, kiri dan kanan bergantian.
“Oomm… Anna kok seperti mau pipis nih… Ada sesuatu yang mau keluar dari memek Anna nih…” Anna mengungkapkan apa yang akan terjadi.
“Tahan dikit dong…” jawabku.
Mendengar hal ini, kulepaskan hisapanku dari puting susu Anna, lalu mulutku beralih ke liang senggama Anna. Secara otomatis, Anna sudah mengangkangkan kedua kakinya, aku mencium aroma dahsyat dari liangnya Anna. Sungguh legit. Vagina Anna merah sekali dan sudah mengkilap, kujilati kemaluan yang basah itu, selanjutnya kuhisap dalam-dalam. Anna rupanya mengelinjang liar karena merasa nikmat.
“Oomm… Anna udah ngga kuat lagi nihhh… aahhh…” jerit Anna seiring dengan tubunnya yang menegang.
Saat itu, mulutku masih menghisap lubang kemaluan Anna, aku merasakan ada sesuatu yang menyemprot, rasanya asih dan gurih. Inikah cairan mani Anna karena sudah mencapai orgame pertamanya, tanpa pikir panjang kutelan saja cairan mani itu, kujilati dengan rakus. Kulihat juga buah klitoris Anna yang kecil mencuat berdenyut-denyut. Aku sendiri merasakan sudah akan mencapai puncak orgasmeku.
“Anna.. Oom mau masukin titit Oom ke lubang memek Anna nih..” aku meminta ijin kepada Anna.
“Ya Oom, masukin saja, ayo dong cepat…” Anna rupanya sudah tidak sabar lagi ingin merasakan batang kejantananku memasuki lubang surganya.
Kuarahkan kepala senjataku ke lubang senggamanya Anna, Anna tanpa diminta memegang batang kemaluanku dan membimbingnya memasuki lubang kemaluannya. Surprise, insting Anna hebat juga nih pikirku, tanpa kesulitan, lubang vagina yang sudah banjir dengan cairan mani itu menerima kepala kemaluan dan batang kemaluanku. Lumayan sempit juga, untungnya tertolong oleh cairan mani dan pengertian Anna membimbing masuk batang kemaluanku sehingga aku tidak kerepotan saat memasukannya.
“Blusss…” kutekan sepenuhnya, aku maju mundurkan dengan segera, perlahan, lalu cepat.
Aku merasa akan mencapai klimaksku, hisapan vagina Anna sungguh dahsyat. Ini yang membuatku tidak kuat menahan cairan maniku untuk lama keluar. Anna memang kuat sekali, aku merasakan Anna berkali-kali menyemprotkan cairan maninya, mungkin ada lima kali lebih, akan tetapi Anna masih mampu mengimbangi gerakanku, hebatnya lagi, goyangan pantatnya. Oh edan, akhirnya aku merasa tidak kuat menahan lagi, kulihat Anna pun sudah akan mencapai orgasme puncaknya.
“Anna.. kita sama-sama keluarkan yaaa.. please sayang..” pintaku sambil sekuat tenaga menahan.
“Iiiiyaaa.. Oommm.. sekarang yaaa…” Anna berkata dengan bergetar.
Aku mengeram, tubuhku menegang, tubuh kecil Anna yang kutindih, kupeluk erat sekali.
“Crottt… crrruttt… aaahhh.. seerrr…” kukeluarkan cairan mani puncak orgasmeku di dalam lubang kemaluan Anna yang sempit itu.
Karena banyaknya cairan mani di dalam lubang senggama Anna, lubang kelamin itu tidak bisa menampung semua, maka merembes dengan derasnya cairan mani itu keluar dari lubang senggama, cairan maniku yang bercampur dengan cairan mani Anna. Kucabut batang kemaluanku yang masih cukup tegang dari lubang kemaluan Anna, batang kejantananku sangat mengkilap, seperti habis di pernis.
Indah dan Devi, tanpa sepengetahuanku ternyata telah telanjang bulat, rupanya mereka berdua tidak tahan melihat pergulatanku yang cukup lama dengan Anna. Memang kuakui Anna sangat kuat, cewek tomboy ternyata benar-benar hebat permainan senggamanya. Apa yang dikatakan orang memang bukan isapan jempol, aku sudah membuktikannya hari ini lewat gadis kecil bernama Anna. Kupikir jika gadis tomboy yang sudah matang pasti akan lebih kuat lagi.
Kulihat juga Lia sudah selesai membersihkan badan dan sekarang dengan penuh pengertian sibuk di dapur untuk membuat makanan. Anna yang masih terkulai lemas, kusuruh untuk mandi dulu dan istirahat, lalu setelah itu kusuruh juga untuk membantu Lia di dapur.
Indah dan Devi dengan telanjang bulat telah menghampiriku, dari pandangan mata mereka seolah meminta giliran. Aku sebenarnya merasa kasihan, aku masih cukup lelah untuk memulainya lagi. Kupikir kalau kubiarkan mereka terlalu lama menanti, pastilah akan membuat mereka kehilangan gairah nantinya, akhirnya kuminum obat yang kubeli tadi di apotik. Kuminum 6 pil sekaligus, reaksi obat ini sangat cepat, badanku merasa panas. Melihat tubuh-tubuh kecil telanjang bulat milik Indah dan Devi, batang kemaluanku yang tadinya loyo sekarang tegang dan mengacung-ngacung, gairahku lebih membara lagi.
Indah seingatku tadi masih menggunakan pakaian lengkapnya, sekarang sudah telanjang bulat, sungguh aku mengagumi tubuhnya, payudaranya sedikit menumbuh dan membukit, puting susunya kecil, mungil, coklat kehitaman telah menegang sehingga meruncing, lubang kemaluannya pun kulihat sudah basah menunggu penantian. Lalu Devi, yang juga tadi masih kulihat berpakaian lengkap, sekarang telah telanjang bulat pula. Devi memang lain sendiri dibandingkan Anna, Lia dan Indah, mungkin karena masih keturunan India, akan tetapi Devi juga yang paling muda sendiri. Usianya selisih satu tahun lebih muda dibandingkan Anna, Indah maupun Lia. Jelas sekali dengan kurun usia relatif sangat muda, pertumbuhan payudaranya belum ada sama sekali, puting susunya juga belum menampakkan benjolan yang berarti, masih rata dengan dada. Tetapi karena terangsang, rupanya menjadi sedikit meruncing. Lalu vaginanya pun masih biasa saja, kesimpulanku Devi masih imut sekali. Mungkin satu tahun ke depan baru ada perubahan, aku sebenarnya tidak tega untuk menerobos keperawanannya sekarang, tetapi apa komentarnya nanti, pastilah dikatakan olehnya tidak adil, bahkan yang kukuatirkan adalah Devi nantinya akan marah dan cerita tentang hal ini kepada orang lain.
Dalam waktu yang bersamaan, kurengkuh dua gadis kecil itu sekaligus. Kupagut bibir Devi, kuciumi leher dahi dan tengkuknya. Devi merasa enak dan geli, sedangkan Indah, puting susu dan payudaranya kuusap-usap dengan tanganku, payudaranya yang sudah cukup membukit menjadikan tanganku bisa meremasnya. Indah mendesah keenakan. Aku minta ke Indah untuk memijat-mijat batang kemaluanku, ternyata Indah pandai juga memijat. Batang kejantananku semakin menegang. Pijatan Indah sungguh enak sekali, apalagi remasan tangganya di buah kejantananku.
Selanjutnya, kulepaskan pagutanku di bibir Devi, kulanjutkan dengan menghisap puting susu Devi yang meruncing kecil. Devi menggelinjang keenakan, kujilati dan kubuat cupang banyak sekali di dada Devi, sampai akhirnya aku beralih ke liangnya Devi yang sangat imut, kemaluan ini sama seperti kepunyaan anak-anak kecil yang sering kulihat mandi di sungai. Tetapi, ah masa bodo. Devi kegelian ketika kumulai menciumi, menjilat dan menghisap vaginanya itu. Kukangkangkan kedua kaki Devi, maka terkuaklah belahan kemaluan dengan lubang yang sangat sempit. Jika kuukur, lubang kemaluan itu hanya seukuran pulpen kecil. Aku sempat gundah, apakah batang kejantananku bisa masuk? Tetapi akan kucoba, kuyakin lubang surga itu kan elastis, jadi bisa menampung batang kemaluan sebesar apapun.
Devi merasa sangat keenakan ketika kumainkan kemaluannya, berkali-kali Devi orgasme. Cairan maninya sungguh wangi. Setelah puas memainkan vagina Devi, kuminta Devi bersiap, sedangkan Indah kusuruh berhenti memainkan buah zakar dan batang kemaluanku. Lalu kupagut bibir Indah sebentar, kemudian kuciumi leher dan tengkuknya. Indah mendesah, tidak berapa lama, kuberalih ke payudara dan puting susu Indah. Kuciumi dan hisap dengan penuh nafsu, payudara yang baru membukit itu kuremas-remas dengan gemas.
Puting susunya yang kecil itu kuhisap dan kusedot. Aku menyusu cukup lama, vagina Indah yang sudah basah pun tidak luput dari hisapanku. Devi sudah menunggu-nunggu, menantikan batang kemaluanku memasuki lubang nikmat kecilnya.


NGENTOT DENGAN TEMAN LAMA

Aku punya teman SMU dulu. Hubungan kami sangat baik, karena kami sama-sama aktif di OSIS. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan ke Australia, sedangkan aku, karena keadaan ekonomi yang pas-pasan, puas menamatkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah. Setelah lulus, aku bekerja di Jakarta. Entah suatu kebetulan atau bukan, saat bekerja di salah satu perusahaan swasta, aku bertemu kembali dengan Anna, yang bekerja di perusahaan rekanan perusahaan kami. Kami bertemu waktu ada penandatanganan kerjasama antara perusahaannya dengan perusahaan tempatku bekerja. Kami pun kembali akrab setelah tidak bertemu sepuluh tahun. Ia masih tetap cantik seperti dulu. Dari ceritanya, aku dapatkan informasi bahwa ia memperoleh master di bidang marketing. Selain itu, sama sepertiku, ia telah tiga tahun menikah, suaminya orang Jawa Timur, tetapi mereka belum dikaruniai anak; sedangkan aku ketika itu masih lajang. Usai kerja, kami suka pulang bareng, sebab rumahnya searah denganku. Kadang-kadang jika ia dijemput suaminya, aku ikut numpang mobil mereka.
Aku tak pernah terpikir kalau temanku Anna memiliki suatu rahasia yang suaminya sendiri pun tak pernah tahu. Suatu ketik – kuingat waktu itu hari kamis – aku ikut pulang di mobil mereka, kudengar Anna berkata pada suaminya,
“Pa, lusa aku ulang tahun yang ke-28, kan? Aku akan minta hadiah istimewa darimu. Boleh kan?”
Sambil menyetir, suaminya menjawab, “Ok, hadiah apa rupanya yang kau minta, sayang?”
“Hmmm, akan kusebutkan nanti malam waktu kita ….” sambil tersenyum dan mengerlingkan mata penuh arti.
Suaminya bergumam, “Beginilah istriku. Kalau ada maunya, harus dituruti. Kalau tidak kesampaian, bisa pecah perang Irak.” Kemudian tak berapa lama, ia melanjutkan, “Gimana Gus, waktu SMU dulu, apa gitu juga gayanya?”
Kujawab, “Yah, begitulah dia. Waktu jadi aku ketua dan dia sekretaris OSIS, Dia terus yang berkuasa, walaupun program kerja aku yang nyusun.”
“Idiiiih, jahat lu Gus, buka kartu!” teriak Anna sambil mencubit lenganku pelan.
Suaminya dan aku tertawa. Sambil kuraba bekas cubitannya yang agak pedas, tetapi memiliki nuansa romantis, kubayangkan betapa bahagianya suaminya beristrikan Anna yang cantik, pintar dan pandai bergaul.
Aku kemudian turun di jalan depan kompleks perumahan mereka dan melanjutkan naik angkot ke arah rumahku yang letaknya tinggal 3 km lagi.
Aku sudah lupa akan percakapan di mobil mereka itu, ketika malam minggu, aku cuma duduk-duduk di rumah sambil menonton acara televisi yang tidak menarik, tiba-tiba kudengar dering telepon.
“Gus, kau ada acara? Anna dan aku sedang merayakan ulang tahunnya. Datanglah ke rumah kami. Dia sudah marah-marah, sebab baru tadi aku bilang mau undang kau makan bersama kami. Ok, jangan lama-lama ya?” suara Dicky, suami Anna terdengar.
“Wah, kebetulan Mas, aku sedang bete nich di rumah. Aku datang sekitar 20 menit lagi ya?” jawabku.
“Baiklah, kami tunggu,” katanya sambil meletakkan gagang telepon.
Aku bersiap-siap mengenakan baju hem yang agak pantas, kupikir tak enak juga hanya pakai kaos. Sepeda motor kukeluarkan dan segera menuju rumah Dicky dan Anna.
Setibanya di sana, kuketuk pintu. Anna membuka pintu. Kulihat gaunnya begitu indah membalut tubuhnya. Potongan gaunnya di bagian dada agak rendah, sehingga menampakkan belahan payudaranya yang sejak SMU dulu kukagumi, sebab pernah kulihat keindahannya tanpa sengaja waktu ia berganti baju saat olah raga dulu. Kusalami dia sambil berkata, “Selamat ulang tahun, ya An! Panjang umur, murah rejeki, cepat dapat momongan, rukun terus dalam rumah tangga”
Tanpa kuduga, tanganku disambut dengan hangatnya sambil diberikannya pipinya mencium pipiku. Yang lebih tak terduga, pinggiran bibirnya – entah disengaja atau tidak – menyentuh tepi bibirku juga. “Trims ya Gus,” katanya. Aku masuk dan mendapati Dicky sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi.
Dicky dan Anna mengajakku makan malam bersama. Cukup mewah makan malam tersebut, sebab kulihat makanan restoran yang dipesan mereka. Ditambah makanan penutup berupa puding dan beragam buah-buahan membuatku amat kenyang. Usai makan buah-buahan, Dicky ke ruang bar mini dekat kamar tidur mereka dan mengambil sebotol champagne. “Wah, apa lagi nich?” tanyaku dalam hati.
“Ayo Gus, kita bersulang demi Anna yang kita cintai,” kata suaminya, sambil memberikan gelas kepadaku dan menuangkan minuman keras tersebut. Kami bertiga minum sambil bercerita dan tertawa. Usai makan, kami berdua kembali ke ruang tamu, sedangkan Anna membereskan meja makan.
Dicky dan aku asyik menonton acara televisi, ketika kulihat dengan ekor mataku, Anna mendatangi kami berdua. “Mas, ganti acaranya dong, aku mau nonton film aja! Bosen acara TV gitu-gitu terus,” rajuknya kepada suaminya.
Dicky menuju bufet tempat kepingan audio video dan sambil berkata padaku, ia mengganti acara televisi dengan film, “Nah, gitulah istriku tersayang, Gus. Kalau lagi ada maunya, jangan sampai tidak dituruti.”
Kami tertawa sambil duduk bertiga. Aku agak kaget waktu menyaksikan, ternyata film yang diputar Dicky adalah film dewasa alias blue film. “Pernah nonton film begini, Gus? Jangan bohong, pria seperti kita jaman SMP saja sudah baca Playboy dulu, bukan?”
“He .. he .. he .. nonton sich jangan ditanya lagi, Mas. Udah sering. Prakteknya yang belum,” tukasku sambil meringis. Agak risih juga nonton bertiga Anna dan suaminya, sebab biasanya aku nonton sendirian atau bersama-sama teman pria.
“Anna kemarin minta kita nonton BF bertiga. Katanya demi persahabatan,” ujar suaminya.
“Ya Gus, bosen sich, cuma nonton berdua. Sekali-sekali variasi, boleh kan?” kata Anna menyambung ucapan suaminya dan duduk semakin rapat ke suaminya.
Kami bertiga nonton adegan film. Mula-mula seorang perempuan Asia main dengan pria bule. Lalu pria Asia dengan seorang perempuan Amerika Latin dan seorang perempuan bule. Wah, luar biasa, batinku sambil melirik Anna yang mulai duduk gelisah. Kulihat suami Anna sesekali mencium bibir Anna dan tangannya yang semula memeluk bahu Anna, mulai turun meraba-raba tepi payudara Anna dari luar bajunya. Cerita ketiga semakin panas, sebab pemainnya adalah seorang perempuan Asia yang cantik dan bertubuh indah dan dua orang pria, yang satu Amerika Latin dan yang satunya lagi bule. Si perempuan diciumi bibir lalu payudaranya oleh si pria bule, sedang si pria Amerika Latin membuka perlahan-lahan rok dan celana dalam si perempuan sambil menciumi lutut dan pahanya. Kedua pria tersebut menelentangkan si perempuan di sofa, yang satu menciumi dan meremas payudaranya, sedang yang lain menciumi celah-celah paha. Adegan itu dilakukan secara bergantian dan akhirnya si pria bule menempatkan penisnya ke klitoris si perempuan hingga si perempuan merintih-rintih. Rintihannya makin menjadi-jadi sewaktu penis tersebut mulai memasuki vaginanya; di bagian atas, payudaranya diremas dan diciumi serta disedot si pria Amerika Latin. Si perempuan kemudian memegang pinggang si pria Amerika Latin dan mencari penisnya untuk diciumi dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Si pria memberikan penisnya sambil terus meremas payudara si perempuan. Begitulah, penis yang satu masuk keluar vaginanya, sedang penis yang lain masuk keluar mulutnya.
Aku merasakan penisku menegang di balik celana dan sesekali kuperbaiki dudukku sebab agak malu juga pada Anna yang melirik ke arah risleting celanaku. Aku merasa horny, tetapi apa daya, aku hanya penonton, sedangkan Anna dan Dicky, entah apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Kukerling Dicky dan Anna yang sudah terpengaruh oleh film tersebut. Gaun Anna semakin turun dan payudaranya sudah semakin tampak. Benar-benar indah payudaranya, apalagi saat kulihat yang sebelah kiri dengan putingnya yang hitam kecoklatan, sudah menyembul keluar akibat jamahan tangan suaminya. Desahan Anna bercampur dengan suara si perempuan Asia di film yang kami saksikan. Mereka berdua tampak tidak peduli lagi dengan kehadiranku. Aku lama-lama segan juga, tetapi mau pamit kayaknya tidak etis. Kuluman bibir Dicky semakin turun ke leher Anna dan berlabuh di dada sebelah kiri. Bibirnya melumat puting sebelah kiri sambil tangan kanannya meremas-remas payudara kanan Anna. Gaun Anna hampir terbuka lebar di bagian dada.
Tiba-tiba Anna bangkit berdiri dan menuju dapur. Ia kemudian keluar dan membawa nampan berisi tiga gelas red wine. Ia sodorkan kepada kami berdua dan kembali ke dapur mengembalikan nampan.
Aku dan suaminya minum red wine ketika kurasakan dari arah belakangku Anna menunduk dan mencium bibirku tiba-tiba, “Mmmmfff, ahhh, An, jangan!” kataku sambil menolakkan wajahnya dengan memegang kedua pipinya.
Anna justru semakin merapatkan wajah dan tubuhnya dari arah atas tubuhku. Lidahnya masuk dengan lincahnya ke dalam mulutku sedangkan bibirnya menutup rapat bibirku, payudaranya kurasakan menekan belakang kepalaku. Aku masih mencoba melawan dan merasa malu diperlakukan demikian di depan suaminya. Rasa segan bercampur nafsu yang menggelora membuat wajahku semakin memanas, terlebih atas permainan bibir dan lidah Anna serta payudara yang ditekankan semakin kuat.
Kudengar suara suaminya, “Tak usah malu, Gus. Nikmati saja. Ini bagian dari permintaan spesial Anna kemarin. Kali ini ia tidak minta kado yang lain, tapi kehadiranmu.”
Aku berhasil melepaskan diri dari serangan Anna dan sambil terengah-engah kukatakan, “An, tolong … jangan perlakukan aku seperti tadi. Aku malu. Dicky, aku minta maaf, aku mau pulang saja.” Aku bergegas menuju pintu. Tapi tiba-tiba Anna menyusulku sambil memeluk pinggangku dari belakang. Sambil menangis ia berkata, “Gus, maafkan aku. Aku tidak mau kau pulang sekarang. Ayolah, kembali bersama kami.” Ia menarik tanganku duduk kembali.
Aku terduduk sambil menatap lantai, tak berani melihat wajah mereka berdua. Di seberangku, Dicky dan Anna duduk berjejer. Dicky berkata,
“Gus, tolonglah kami. Ini permintaan khusus Anna. Sebagai sahabat lamanya, kuharap kau tidak keberatan. Sekali lagi aku minta maaf. Kami sudah konsultasi dan berobat ke dokter agar Anna hamil. Ternyata bibitku tidak mampu membuahinya. Padahal kami saling mencintai, aku amat mencintainya, dia juga begitu terhadapku. Kami tidak mau cerai hanya oleh karena aku tidak bisa menghamilinya. Kami tidak mau mengangkat anak. Setelah kami bicara hati ke hati, kami sepakat meminta bantuanmu agar ia dapat hamil. Kami mau agar anak yang ada di dalam rumah tangga kami berasal dari rahimnya, walaupun bukan dari bibitku. Aku senang jika kau mau menolong kami.”
Aku tidak menjawab. Kucoba menatap mereka bergantian.
Kemudian Anna menambahkan kalimat suaminya, “Aku tahu ini berat buatmu. Jika aku bisa hamil olehmu, anak itu akan menjadi anak kami. Kami minta kerelaanmu,Gus. Demi persahabatan kita. Please!” katanya memohon dengan wajah mengiba dan kulihat airmatanya menetes di pipinya.
“Tapi, bagaimana dengan perasaan suamimu, An? Kau tidak apa-apa Dick?” tanyaku sambil menatap wajah mereka bergantian.
Keduanya menggelengkan kepala dan hampir serempak menjawab, “Tidak apa-apa.”
“Aku pernah cerita pada suamiku, bahwa dulu kau pernah punya hati padaku, tapi kutolak karena tidak mau diganggu urusan cinta,” papar Anna lagi.
“Ya Gus, Anna sudah ceritakan persahabatan kalian dulu. Aku dengar darinya, kau bukan orang yang suka jajan dan sejak dulu kau tidak nakal terhadap perempuan. Kami yakin kau bersih, tidak punya penyakit kelamin. Makanya kami sepakat menentukan dirimu sebagai ayah dari anak kami,” tambah suaminya. “Bagaimana Gus, kau setuju? Kau rela? Tolonglah kami ya!” pintanya mengiba.
Aku tidak menjawab. Hatiku tergetar. Tak menduga ada permintaan gila semacam ini dari sepasang suami istri yang salah satunya adalah sahabatku dulu. Namun di hati kecilku timbul keinginan untuk menolong mereka, meskipun di sisi lain hatiku, merasakan getar-getar cinta lama yang pernah timbul terhadap Anna.
“Gus, kau mau kan?” tanya Anna sambil berjalan ke arahku.
“Baiklah, asal kalian tidak menyesal dan jangan salahkan jika aku jadi benar-benar suka pada Anna nanti,” jawabku tanpa berani menatap muka mereka.
“Tak apa, Gus. Aku tak keberatan berbagi Anna denganmu. Aku tahu kau dulu tulus mencintai dia, pasti kau takkan menyakiti dia. Sama seperti aku, tak berniat menyakiti dirinya,” kata Dicky lagi.
Anna lalu duduk di lengan kursi yang kududuki sambil memegang daguku dan menengadahkan wajahku hingga wajah kami bersentuhan dan dengan lembut ia mencium kedua kelopak mataku, turun ke hidung, pipi dan akhirnya bibirku ia kecup lembut. Berbeda dengan ciumannya tadi, aku merasakan kenyamanan yang luar biasa, sehingga kubalas lembut ciumannya. Aku hanyut dalam ciuman yang memabukkan. Sekelebat kulihat Dicky mengamati kami sambil mengelus-elus risleting celananya.
Anna mengajakku duduk ke sofa panjang, tempat Dicky berada. Kini ia diapit olehku dan suaminya di sebelah kanannya. Kami berdua terus berciuman. Adegan di video kulirik sekilas, suasana semakin panas sebab si perempuan Asia sudah disetubuhi oleh dua pria sekaligus, yang satu berada di bawah tubuhnya dengan penis menancap dalam vaginanya, sedangkan penis yang satu lagi memasuki analnya. Kedua penis tersebut masuk keluar secara berirama menambah keras rintihan dan jeritan nikmat si perempuan. Kami bertiga terpengaruh oleh tayangan demikian, sambil melihat film tersebut, aku terus menciumi wajah, bibir dan leher Anna, sementara suaminya sudah membuka gaun Anna, turun hingga sebatas pinggulnya hingga terpampanglah kini kedua payudaranya yang sintal.
Desahan Anna semakin liar ketika lidahku menggelitiki lehernya yang jenjang dan suaminya berganti memagut bibirnya. Bibir dan lidahku semakin turun menuju celah-celah payudaranya. Tangan kiriku meremas payudara kanannya sambil bibirku melumat puting payudara kirinya. Ia mengerang semakin kuat, ketika tangan kiriku turun ke pinggulnya dan mengelus-elus pinggul dan pinggangnya. Ciumanku semakin turun ke perutnya dan berhenti di pusarnya. Lama menciumi dan menggelitiki pusarnya, membuatnya makin menggeliat tak menentu. Suaminya kulihat berdiri dan membuka seluruh pakaiannya. Dicky kini dalam keadaan bugil dan memberikan penisnya untuk digelomoh Anna. Dengan bernafsu, Anna mencium kepala penis suaminya, batangnya dan akhirnya memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Tangan kanannya memegang batang penis suaminya sambil bibir dan lidahnya terus melakukan aksinya. Kulihat penis suaminya agak panjang, lebih panjang dari punyaku, maklum suaminya lebih tinggi daripada aku, cocoklah Anna mendapat suami tinggi sebab tingginya 167 Cm, sama denganku.
Sambil terus memesrai penis suaminya, Anna mengangkat sedikit pantat dan pinggulnya seakan-akan memberikan kesempatan buatku melepaskan gaunnya sama sekali. Secara alamiah, kedua tanganku bergerak menurunkan gaunnya hingga ke lantai, sehingga tubuh Anna hanya tinggal ditutupi selembar kain segitiga di bagian bawahnya. Tangan kiri Anna bergerak cepat melepaskan celana dalamnya. Kini ia benar-benar telanjang, sama seperti suaminya. Anna duduk kembali sambil menelan penis suaminya, hingga pangkalnya. Ia sudah benar-benar dalam keadaan puncak birahi.
Aku mengambil posisi berlutut di celah-celah paha Anna. Kuamati sela-sela paha Anna. Vaginanya dihiasi rambut yang tipis, tapi teratur. Agaknya ia rajin merawat vaginanya, sebab rambut itu dicukur pada bagian labia, sehingga memperlihatkan belahan yang indah dengan klitoris yang tak kalah menariknya. Kuarahkan jari-jariku memegang klitorisnya. “Auuwww, aaahhh, enak Gus … terusin dong ….” Desisnya sambil menggeliatkan pinggulnya dengan indah.
Aku tidak menjawab, tetapi malah mendekatkan wajahku ke pahanya dan lidahku kujulurkan ke klitorisnya. “Ooooohhhh, nikmatnyaaaaa …..” desahnya sambil mempercepat gerakan mulutnya terhadap penis Dicky.
Kuciumi klitorisnya sambil sesekali melakuan gerakan menyedot. Klitorisnya sudah tegang sebesar biji kacang hijau. Indah sekali bentuknya, apalagi ketika kukuakkan labianya bagian atas klitorisnya. Kedua labianya kupegang dengan kedua tanganku dan kubuka lebar-lebar lalu dengan lembut kujulurkan lidahku menusuk ke dalam vaginanya. “Aaaaaahhhhhh …. Gusssss …. kau pintar banget!” rintihannya semakin meninggi. Aku melakukan gerakan mencium, menjilat, menusuk, menyedot secara bergantian, bahkan tak urung kuisap klitoris dan kedua labianya secara bergantian, hingga erangan dan rintihannya semakin keras. Cairan vaginanya mengalir semakin banyak. Kusedot dan kumasukkan ke dalam mulutku. Gurih rasanya. Kedua tangannya kini memegang belakang kepalaku dan menekankannya kuat-kuat ke pahanya sambil menggeliat-geliat seksi. Semakin lama gerakannya semakin kuat dan dengan suatu hentakan dahsyat, ia menekan dalam-dalam vaginanya ke wajahku. Agaknya ia sudah orgasme. Kurasakan aliran air menyembur dari dalam vaginanya. Rupa-rupanya cairan vaginanya bercampur dengan air seninya. Anehnya, aku tidak merasa jijik, bahkan kuisap seluruhnya dengan buas. Ia menolakkan kepalaku, mungkin merasa jengah karena kuisap seluruh cairannya, tanpa mau menyisakan sedikit pun. Aku tidak mengikuti perlakuannya, tapi terus menekan wajahku menjilati seluruh cairannya yang menetes dan mengalir ke pahanya.
Aku masih bersimpuh di celah-celah paha Anna, ketika ia mendekatkan wajahnya mencium bibirku. “Makasih ya Gus, kamu pintar banget bikin aku puas!”
Kulihat Dicky terpengaruh atas orgasme istrinya, ia berdiri dan berkata, “Ayo sayang, aku belum dapet nih!”
“Aaahh, aku masih capek, tapi ya dech. Aku di bawah ya,” sambutnya sambil menelentangkan tubuh di sofa panjang tersebut. Suaminya mengambil posisi di sela-sela paha Anna dan menggesek-gesekkan penisnya ke klitoris Anna. Anna kembali naik birahi atas perlakuan Dicky. Makin lama Dicky memasukkan penisnya semakin dalam ke dalam vagina Anna. Anna membalas dengan membuka lebar-lebar pahanya. Kedua kakinya dipentang dan dipegang oleh kedua tangan suaminya. Anna lalu mengisyaratkan aku mendekatinya. Aku jalan mendekati wajahnya. Ia lalu membuka celana panjangku hingga melorot ke lantai. Celana dalamku pun dibukainya dengan ganas dan kedua tangannya memegang penisku. Sambil menyentuh penisku, perlahan-lahan ia dekatkan wajahnya ke arah pahaku dan menjilat kepala penisku. “Ahhh, ssshhh, Ann …. Nikmatnyaaaa,” desahku sambil membuka bajuku. Kini kami bertiga benar-benar seperti bayi, telanjang bulat. Anehnya, aku tidak merasa malu seperti mula-mula. Adegan yang hanya kulihat dulu di blue film, kini benar-benar kualami dan kupraktekkan sendiri. Gila! Tapi akal sehatku sudah dikalahkan. Entah oleh rasa suka pada Anna atau karena hasrat liarku yang terpendam selama ini.
Anna semakin liar bergerak menikmati tusukan penis suaminya sambil melumat penisku. Kedua tanganku tidak mau tinggal diam dan meremas-remas kedua payudara Anna dengan putingnya yang semakin mencuat bagaikan stupa candi.
Hunjaman penis suaminya kulihat semakin hebat sebab Anna semakin kuat menciumi dan menjilati bahkan menelan penisku hingga masuk seluruhnya ke dalam mulutnya. Kurasakan kepala penisku menekan ujung tenggorokannya, tapi Anna tidak peduli, air ludahnya menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah menelan penisku. Bahkan ketika seluruh penisku ia telan, lidahnya mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari. Kini desahan dan erangan kami bertiga sudah melampaui adegan di film yang sudah tak kami hiraukan lagi. Sekilas sempat kulihat adegan di video memperlihatkan pergantian adegan dari adegan si perempuan Asia berjongkok di atas pinggang si pria Amerika Latin memasuk-keluarkan penisnya sambil menggelomoh penis si pria bule. Kemudian si pria bule menempatkan diri di belakang si perempuan dan memasukkan penisnya ke dalam anal si perempuan sambil kedua tangannya meremas payudara si perempuan. Dari bahwa, si pria Amerika Latin menciumi bibir si perempuan. Rintihan si perempuan bertambah kuat sewaktu kedua pria tersebut mengeroyok vagina dan analnya dengan hebat. Erangannya berganti dengan jeritan nikmat ketika kedua pria itu semakin kuat menghentakkan penis mereka dalam-dalam. Terpengaruh oleh adegan tersebut, Dicky menancapkan penisnya sedalam-dalamnya ke vagina istrinya. Tangan kiri Anna mengelus-elus klitorisnya sendiri dengan kencang, sedang penis suaminya masuk keluar semakin cepat. Penisku disedot kuat-kuat oleh Anna dan gigitan gemasnya kurasakan pada batang penisku. Remasanku makin kuat di payudara Anna sambil sesekali kuciumi bibirnya.
“Ahhh, aku hampir sampai, An … Aaahhh vaginamu enak benar!” rintih Dicky.
“Sabar sayang, aku juga hampir dapat. Sama-sama ya? Oooohhhh, akkhhh … enak benar tusukan ******mu. Ayo sayang, yang dalam ….. aaauhhggghhhhh …. Ooouukhhhhh,” rintih Anna semakin tinggi hingga tiba-tiba ia menjerit.
Jeritan Anna membahana memenuhi ruangan bagaikan raungan serigala, ketika dengan hebatnya penis suaminya menghunjam dengan cepat dan berhenti saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit pinggul suaminya sedang mulutnya menelan penisku hingga ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya. Kuperhatikan tubuh Anna yang indah bergetar-getar beberapa saat, apalagi di bagian pahanya.
Suaminya menghempaskan tubuh di atas tubuh Anna, sementara kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya. Aku melepaskan diri dari Anna dan mengambil tempat duduk sambil mengamati mereka berpelukan sambil bertindihan.
Kulihat adegan film hampir habis. Berarti kami bertiga main satu setengah jam, sebab tayangan film tadi kulihat berdurasi dua jam, sedangkan waktu kami bercakap-cakap bertiga tadi, permainan film baru berlangsung setengah jam. “Luar biasa daya tahan Anna,” pikirku.
Kudengar Anna berkata dari balik himpitan tubuh suaminya, “Ntar giliranmu ya Gus. Kasihan kamu belum apa-apa, padahal aku dan suamiku sudah dapat!”
“Nggak apa-apa An. Santai aja. Aku kan cuma pelengkap penderita,” candaku.
“Jangan gitu dong say,” Anna menolakkan tubuh suaminya dan berdiri lalu mendekatiku. “Kamu kan orang penting, makanya kamu yang kami minta menemani saat istimewaku malam ini.” Ia cium bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke leherku.
“Mas, kita main di kamar aja yuk, biar lebih enak,” pinta Anna pada suaminya.
Suaminya hanya mengangguk dan mematikan video lalu bergerak mengikuti istrinya ke arah kamar mereka. Aku masih duduk. Anna berhenti melangkah dan mengajakku, “Ayo dong Gus, kita di kamar aja, di sini kurang leluasa.” Aku berdiri dan mengikuti mereka.
Kamar tidur mereka cukup luas, kira-kira 5 X 6 meter. Ranjang yang terletak di tepi salah satu sisi ruangan berukuran besar. Hawa sejuk AC menerpa ketika kami bertiga bagaikan anak-anak kecil, bertelanjang badan, beriringan masuk kamar.
Anna langsung merebahkan tubuhnya di tengah ranjang. Suaminya mengikuti sambil melabuhkan ciuman. Aku masih berdiri memandangi mereka, ketika tangan Anna mengisyaratkanku agar mendekati mereka. Aku mengikuti ajakannya dan duduk di sisi lain tubuhnya sambil mengelus-elus lengan dan perutnya. Tangan Anna menarik pergelangan tanganku agar mengelus dan meremas payudaranya. Tanganku mulai beroperasi di bagian dadanya dan memainkan putingnya yang kembali mengeras akibat sentuhan jari-jariku. Kupilin-pilin putingnya dengan lembut dan kudekatkan mukaku ke dadanya. Lidahku kujulurkan menjilati puting payudaranya. Lama kugelitik putingnya, setelah itu kumasukkan putingnya ke dalam mulutku sambil melakukan gerakan menyedot. Saking gemasnya, kusedot juga payudaranya yang tidak begitu besar, tetapi masih kenyal karena belum pernah menyusui bayi. “Ooogghh, ya, yahh, gitu Gus, enak tuch …. ” desisnya sambil menyambut ciuman suaminya. Kedua payudaranya kuremas sambil terus mengisap, memilin, menyedot putingnya dengan gerakan bervariasi, kadang-kadang lembut, kadang ganas, hingga Anna menggeliat-geliat dilanda birahi.
Kuteruskan penjelajahan bibirku ke arah perutnya dan turun ke rambut-rambut halus di atas celah pahanya yang putih. Kembali lidahku bermain di klitorisnya dan celah-celah vaginanya yang mulai basah lagi. Ludahku bercampur dengan cairan vaginanya yang harum. Ciumanku semakin buas turun ke celah-celah antara vagina dan analnya. Ketika mendekati analnya, lidahku kuruncingkan dan kugunakan mengait-ngait celah-celah analnya. “Owww, apa yang kau lakukan Gus? Koq enak banget sich?” jeritnya sambil menaikkan pinggulnya akibat perlakuan lidahku pada analnya. “Tenang sayang, nikmati saja,” kataku sambil menciumi analnya dengan bibirku dan menggunakan jari telunjuk kananku untuk memasuki analnya. “Sssshhh, aaahhhh, terusin Gus! Yahhhh enakkkkk,” desahnya.
Dicky sudah menciumi payudara Anna dalam posisi terbalik, di mana dadanya diberikan untuk diraba dan diciumi oleh istrinya juga. Mereka berdua mendesah, tetapi kupastikan yang paling dilanda hasrat menggelora adalah Anna, sebab bagian bawah tubuhnya kuciumi habis-habisan, hingga semakin becek vaginanya akibat bibir dan lidahku yang tak berhenti melakukan aksinya.
“Sudah, sudah Gus. Ayo, sekarang giliran kamu!” tangan Anna menarik rambutku perlahan agar menghentikan aksiku pada vagina dan analnya. Lalu ia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar sehingga menampakkan vaginanya yang merona merah jambu dengan sangat indahnya. Rambut-rambut halus di atas klitoris dan vaginanya memberikan nuansa romantis yang tak terlukiskan. Tubuh Anna benar-benar bagaikan pualam. Geliatnya begitu erotis, membuat pria manapun takkan mampu menguasai diri untuk tidak menyetubuhinya dalam keadaan begitu rupa. “Ayo sayang, jangan ragu-ragu membagikan cintamu padaku,” rayu Anna sambil terus menciumi dada suaminya yang ada di atas tubuhnya, sedang dadanya masih berada dalam kuluman Dicky, suaminya.
Aku berlutut di antara kedua pahanya dan penisku kutaruh pelan-pelan menyentuh klitorisnya. Ia menggelinjang-gelinjang antara geli dan nikmat. “Ooouggghh, jangan siksa aku dong, masukkan sayangggg!” erangnya.
Aku tidak mengikuti permintaannya, melainkan terus memainkan penisku menggesek klitorisnya hingga kurasakan semakin tegang ditekan oleh kepala penisku. Dengan tangan kananku, kupegang pangkal penisku dan kusentuhkan juga ke labia vaginanya bergantian, kiri dan kanan, lalu sesekali mengusap celah-celah vaginanya dengan kepala penis dari arah klitorisnya ke bawah. “Ssshhh, ooohhhh, enak banget sayang …. Ayo dong, aku nggak tahan nichhh …. Masukin ******mu Gussss ……” Anna memohon.
Tak tahan mendengar permintaannya, kujejalkan kepala penis ke celah-celah vaginanya, tapi tidak semuanya kumasukkan. Tangan kananku masih kupakai untuk menggerakkan penisku merangsek masuk dan menjelajahi dinding-dinding vaginanya, kanan dan kiri. Ia menaik-turunkan pinggulnya menyambut masuknya penisku. “Ohhhh, nikmaatttt …..” desisnya. Suaminya memandang ke arahku sambil tersenyum. Kini ia berlutut di sebelah kanan kepala Anna dan memberikan penisnya untuk dikulum isterinya.
Dengan lembut kumasukkan penisku makin dalam, perlahan-lahan hingga penisku masuk sebatas pangkalnya. “Aaaahhh …… ” erang Anna lagi. Kedua tangan Anna menarik tubuhku menindih badannya. Ia melakukan hal itu sambil tetap mengulum penis suaminya.
Gerakanku menaikturunkan tubuh di atas Anna berlangsung dengan ritme pelan, tetapi kadang-kadang kuselingi dengan gerakan cepat dan dalam. Berulang-ulang Anna merintih, “Gila Gus, enak banget ******mu! Oooouugghhhh … yahh …. aaahhh … sedappppp!” Pinggulnya sesekali naik menyambut masuknya penisku. Semakin lama gerakan pinggulnya makin tak menentu
Gerakanku makin cepat dan kuat. Desahannya makin kuat mengarah pada jeritan. Dengan beberapa kali hentakan, kubuat Anna bergetar semakin tinggi menggapai puncak kenikmatan. “Gusss, terusin ….. Aaaahhhh, aku dapet lagi, oooouuggghhh!” ia menggeram sambil mengangkat pinggulnya menyambut tekanan penisku yang kuhunjamkan dalam-dalam ke vaginanya. Jari-jari tangannya memeluk punggungku dengan erat, bahkan cengkeraman kukunya begitu kuat, terasa sakit menghunjam kulitku, tetapi perasaan itu bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kurasakan guyuran cairan kenikmatannya membasahi penisku sedemikian rupa dan dinding vaginanya berkejat-kejat memijat batang penisku, hingga tak kuasa kubendung luapan spermaku memasuki rongga vaginanya. “Anna!!!! Ogggghhh, enak banget, sayang!” desahku sambil memeluk erat-erat tubuhnya dan menciumi bibirnya rapat-rapat. Anna menyambut ciumanku. Kurasakan bibir kami berdua agak dingin, sebab aliran darah kami seakan-akan terdesak ke bagian bawah. Kedua belah pahanya menjepit kedua pahaku dengan kuatnya dan jepitan vaginanya seolah-olah ingin mematahkan batang penisku. Dinding vaginanya masih berdenyut-denyut memilin penisku. Tak terkatakan nikmatnya.
Suaminya tahu diri dan menarik tubuh menyaksikan permainan kami berdua. Lama kami berpelukan dalam posisi berdekapan. Ia tidak mau melepaskan tubuhku. Denyutan vaginanya masih terus terasa memijat-mijat batang penisku, hingga perasaanku begitu nyaman dan damai dalam pelukannya. Beberapa kali ingin kutarik tubuhku, tapi ia tidak mengijinkan tubuhku meninggalkan tubuhnya. Ia hanya membolehkan tubuhku miring ke kanan, hingga ia pun miring ke kiri. Dengan masih berpelukan dalam keadaan miring, mulutnya masih terus menciumi mulutku. Bibir kami berpagutan dan lidahnya masuk rongga mulutku menggapai langit-langit mulutku. Kulakukan hal yang sama bergantian dengannya. Beberapa saat kemudian kurasakan cairan kenikmatan kami mengalir di sela-sela pahaku, juga kuperhatikan menetesi pahanya. Penisku mengecil setelah melakukan tugasnya dengan baik. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan berbaring di sebelah sebelah kiri tubuhnya. Suaminya menempatkan diri berbaring di sebelah kanannya. Anna kini diapit oleh dua pria. Aku menatap langit-langit kamar mereka sambil merenung, betapa gilanya kami bertiga melakukan ini. Aku tak tahu apa yang ada di benak mereka berdua. Elusan jari-jari Anna di tubuhku membuatku tak habis pikir, betapa dahsyat permainan perempuan ini. Ia memiliki kekuatan melawan dua pria sekaligus. Ia mencium bibir suaminya sambil berbisik. “Mas Dicky, makasih ya atas hadiah ulang tahunnya!” Lalu ia juga mencium bibirku, menatap dengan mata berkaca-kaca dan berkata, “Gus, trims buat kadomu. Kami benar-benar berterima kasih padamu.” Aku tak menjawab, merasa bodoh, tetapi haru menyambut ciumannya disertai tetesan air yang turun ke pipinya. Aku mengusap air matanya sambil memagut bibirnya lembut. Lama kami melakukan hal itu dan kembali berbaring. Anna bangun dan mengambil handuk kecil untuk melap vaginanya yang basah oleh cairan kami berdua. Lalu ia kembali berbaring di antara suaminya dan aku.
Suaminya membelai-belai payudara Anna dan memberi tanda agar Anna menaiki tubuhnya. Rupanya suaminya minta dilayani lagi. Anna lalu menempatkan diri di atas tubuh suaminya. Mula-mula ia berjongkok di atas pinggang suaminya dan memasukkan penis suaminya dengan dibantu oleh tangan kanannya. Setelah penis tersebut masuk, perlahan-lahan ia menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Suaminya menyambut gerakan Anna sambil meremas-remas payudaranya.
Beberapa saat kemudian Anna merebahkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Gerakan mereka makin kuat. Sesekali pantat suaminya terangkat ke atas, sedang Anna menurunkan tubuhnya dan menekan kuat-kuat hingga penis suaminya menancap dalam-dalam. Aku beringsut menuju bagian bawah tubuh mereka dan memperhatikan bagaimana penis suaminya masuk keluar vagina Anna. Kudengar suara suaminya, “Ann, analmu kan nganggur tuch. Gimana kalau dimasuki penis Agus seperti yang pernah kulakukan?”
Kudengar suara Anna, “Ya Mas, aku baru mau usul begitu. Tahu nich, kalian berdua begitu pandai memuaskan aku. Ayo Gus, tusuk analku dong!” pintanya memohon.
Aku heran juga atas kelakuan suami istri ini, tetapi kupikir mungkin karena Anna pernah di luar negeri, hal-hal begini tidak aneh lagi buatnya. Bagiku memang pengalaman baru. Main dengan perempuan beberapa kali pernah kulakukan, tapi main bertiga begini apalagi mengeroyok vagina dan anal sekaligus, ini benar-benar pengalaman luar biasa bagiku.
Kuamati kemaluan kedua suami istri itu. Perlahan-lahan kuelus-elus vagina Anna yang basah oleh cairannya. Jari-jariku kemudian mengarah ke analnya. Dengan cairan vaginanya kubasahi lubang analnya. Telunjuk jari kananku kumasukkan pelan-pelan ke dalam analnya. “Yaaah gitu Gus, enak tuch…. Lebih dalam lagi!!! Ayoooo!!!!” desahnya dengan suara yang serak-serak basah karena dilanda nafsu.
Jariku masuk makin dalam ke analnya membuat gerakan tubuhnya semakin tak menentu. Dengan vaginanya dirojok penis suaminya dan jariku memasuki analnya, Anna berkayuh menuju pulau kenikmatan. “Gusss, jangan cuman jarimu dong, sayang! Sekarang masukin penismu ….. Ayooo dong!!!” pintanya.
Kedua paha Anna berada di bagian luar paha suaminya, membuka lebar-lebar celah vaginanya bagi masuknya penis suaminya. Kutempatkan kedua pahaku menjepit paha Anna. Kepala penis kubalur dengan air ludahku dan kumasukkan perlahan-lahan ke dalam anal Anna. Mula-mula agak susah, sebab sempit, tetapi mungkin karena mereka sudah pernah melakukan hal itu, tak terlalu masalah bagi penisku untuk melakukan eksplorasi ke dalam analnya. “Sssshhhh, ohhhh enak banget Gusssss! Terusin yang lebih dalam sayang!” rintihnya.
Aku bergerak makin leluasa memasuk-keluarkan penisku ke dalam analnya. Sedang dari bawah, penis suaminya masuk keluar vaginanya. Anna berada di antara tubuh suaminya dan aku, melayani kami berdua sekaligus mengayuh biduk kenikmatan tak terperikan. Gerakan suaminya makin kuat, mungkin tak lama lagi ia akan orgasme. Anna pun semakin liar menggerakkan pinggul dan pinggangnya, apalagi dari bawah, suaminya menyusu pada payudaranya secara bergantian. Jeritan Anna yang begitu kuat seperti tadi kembali memenuhi ruangan kamar itu. Namun agaknya tak masalah bagi mereka, sebab rumah mereka begitu besar dan dengan konstruksi yang begitu bagus, suara rintihan dan jeritan kami dari dalam kamar tersebut takkan terdengar keluar.
Kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya erat-erat sambil menekan tubuhnya kuat-kuat hingga kupastikan penis suaminya telah masuk sampai pangkalnya, sedangkan penisku kugerakkan berirama ke dalam analnya. “Gus, lagi Gus, yang kuat!!” pinta Anna. Kedua pundak Anna kupegang kuat sambil menghentakkan penis sedalam-dalamnya ke dalam analnya. Aneh, kupikir ia akan kesakitan diserang demikian rupa pada analnya, ternyata sebaliknya, ia malah merasakan kenikmatan luar biasa menyertai kenikmatan hunjaman penis suaminya.
Kami bertiga secara cepat melakukan gerakan menekan. Suaminya dari bawah, Anna di atasnya menekan ke bawah, aku dari atas tubuh Anna menekan dalam-dalam penisku ke dalam anal Anna. “Massss, oooouggghhhh Gussss…. aku dapet lagi! Ouuuggghhhhhhhhhhhh ……… sssshhhhhh ……. akkkkhhhhh,” jerit Anna. Kurasakan betapa jepitan analnya begitu kuat, sama seperti vaginanya tadi, menjepit penisku. Denyut kenikmatan kurasakan begitu hebat. Tak berapa lama, Anna memintaku melepaskan diri dari suaminya. Ia lalu berlutut tepat di depanku. Semula aku tak mengerti maksudnya.
Kuelus-elus punggung, pinggul dan payudaranya dari belakang tubuhnya. Tangan kanannya ia mencari penisku dan mengarahkan penisku ke analnya lagi. “Wah, masih mau lagi dia?” kataku dalam hati. Penisku kembali memasuki analnya dalam posisi kami berdua berlutut. Lalu ia mengisyaratkan aku merebahkan tubuh ke belakang. Aku turuti permintaannya dan dengan penis tetap berada di dalam analnya, aku berbaring terlentang sedang Anna kini ada di atasku dalam posisi sama-sama terlentang. Ia mengambil inisiatif bergerak menaik turunkan tubuhnya hingga penisku masuk keluar dengan bebasnya ke dalam analnya. Dari atas sana kuamati suaminya bangkit mendekati kami berdua dan kembali mengarahkan penisnya ke vagina Anna. Kini gantian aku yang berada di bawah, Anna di tengah, dan suaminya di atas Anna.
Desahan, rintihan dan jeritan kami silih-berganti dan kadang-kadang bersamaan keluar dari bibir kami bertiga. Tanganku kumainkan meremas-remas payudara Anna dari bawah. Beberapa saat kemudian, di bawah sana, suaminya berteriak, “Ayo sayang, aku mau keluar nih!!!!”
“Tunggu sayang,” kata Anna, dan tiba-tiba ia bangkit hingga penisku terlepas dari analnya. Dengan cepat ia tolakkan tubuh suaminya, hingga jatuh terbaring, lalu ia berlutut di antara paha suaminya dan menggenggam penis suaminya sambil memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Cairan sperma suaminya muncrat mengenai wajah dan mulut Anna, tetapi ia tidak jijik menjilati cairan yang keluar itu. Kuperhatikan ulah Anna terhadap penis suaminya. Penisku masih tegang menanti giliran berikut.
Anna menoleh ke arahku sambil berkata, “Gus, masih mau lagi, kan? Ayo, sayang!” Ia kemudian menungging di depan tubuhku sambil terus menjilati penis suaminya yang semakin lemas. Kutempatkan tubuh di belakang Anna lalu kumasukkan kembali penis ke dalam analnya. “Gus, ganti-gantian dong masukin penismu, jangan hanya analku. Bergantian memekku juga sayang!” katanya. “Wah, hebat benar Anna, masih juga ada permintaannya yang begini rupa?” pikirku.
Kucabut penisku dari analnya dan kumasukkan ke dalam vaginanya yang merah merekah. Cairannya masih banyak tapi penisku tetap dijepit kuat sewaktu memasuki vaginanya. Usai memasukkan penis ke vaginanya dalam 2-3 kali hunjaman, kucabut lagi dan ganti analnya kutusuk 2-3 kali. Begitu seterusnya, hingga kudengar kembali ia menjerit pertanda akan orgasme lagi. “Aaaaggghhh, nikmatnyaaahhhhh …….. Gussss!!!! Ooooogggghhhh ……..” Jepitan vaginanya begitu luar biasa saat jeritannya terdengar, hingga tak bisa lagi kutahan aliran spermaku kembali memasuki kepala penisku dan keluar tanpa tedeng aling-aling. “Aaaahhh, Annn ….. nikmat sekali sayang!” erangku sambil memeluk tubuhnya dari belakang dan meremas-remas kedua payudaranya. Tubuhku masih menghimpit tubuhnya dari belakang, sedangkan Anna masih terus menciumi dan menjilati penis suaminya. Tak bosan-bosannya ia melakukan itu. Benar-benar pemain seks yang hebat!
Kami bertiga berbaring lunglai dalam keadaan telanjang di ranjang berukuran king size itu. Sprey ranjang sudah kusut dan di sana-sini lelehan cairan kenikmatan kami bertiga bertebaran. Aku benar-benar lelah dan ngantuk hingga tertidur. Lewat tengah malam, kurasakan jilatan lidah pada penisku. Dengan mata berat, kutoleh ke bawah, kulihat Anna sudah menciumi dan menjilati penisku kembali. Di sebelahku suaminya tertidur nyenyak. Penisku yang lemas, kembali tegang karena perlakuan lidah dan mulut Anna. Melihat keadaan itu, Anna senang dan mengajakku main lagi. Anna menempatkan pinggulnya di tepi ranjang, kedua kakinya berjuntai ke bawah hingga terpampanglah belahan vaginanya yang merekah. Entah sudah berapa kali tusukan suaminya dan aku telah dialami vagina ini, tetapi seakan tak kenal lelah dan memiki kemampuan tempur yang dahsyat.
Sambil menempatkan diri di depannya, penisku kuarahkan kembali memasuki vaginanya. Anna yang berbaring kembali merintih saat penis kumainkan di klitoris dan vaginanya. Geliat pinggulnya begitu erotis menyambut hunjaman penisku. Gerakan kami berdua semakin cepat, hingga akhirnya tubuhku ia tarik kuat-kuat menjatuhi tubuhnya. Penisku masuk sedalam-dalamnya menikmati remasan dinding vaginanya. Aku belum dapat lagi, sehingga penisku masih tetap tegang. Kami berdua masih berpelukan dalam posisi tersebut. Anna berbisik di telingaku, “Gus, lihat nggak tadi. Suamiku bisa main beberapa ronde, padahal biasanya satu ronde saja ia sudah menyerah. Mungkin karena ada teman mainnya, jadi semangat dia.”
Aku tidak menjawab. Ia melanjutkan, “Ngomong-ngomong penismu koq kuat banget sih, main beberapa ronde, koq kuat betul? Kau suka minum obat kuat ya? Atau kau sudah pengalaman main sama perempuan nich?” desaknya.
“Ah, aku bisa kuat gini kan karena Anna. Abis kamu dulu tolak cintaku sih,” jawabku.
“Tapi sekarang kamu bisa menikmati tubuhku juga walau aku sudah bersuami, kan?” rajuknya.
“Iya, tapi bagaimanapun Dicky masih suami kamu? Kamu bukan nyonya Agus, kan?” balasku.
“Sudahlah, yang penting hatiku dan tubuhku bisa kau miliki juga di samping suamiku,” katanya menutup pembicaraan kami, sambil menciumi bibirku lagi. Aku terdiam dan bangkit berdiri. “Mau ke mana, Gus?” tanyanya melihatku berjalan keluar kamar.
“Aku mau duduk di luar dulu,” kataku sambil melangkah keluar. Aku memungut celana dalamku dan duduk di ruang tempat kami nonton video tadi. Beberapa saat kemudian kulihat Anna menyusulku, masih dalam keadaan telanjang. Ia duduk di sebelahku. “Ada apa, Gus? Kamu tersinggung atas kata-kataku tadi?” tanyanya.
“Nggak An. Aku cuma tak habis pikir, koq bisa-bisanya aku melakukan hal ini pada kamu yang sudah bersuami dan suamimu mengijinkan,” kataku sambil menatap wajahnya.
“Gus, hidup ini memang penuh misteri,” katanya berfilsafat. “Yang penting, kita menjalaninya dengan tenang dan damai; bahkan kamu dapat pahala dengan memberikan kebahagiaan buatku dan suamiku.” “Atau kamu nyesel atas kejadian ini,” desaknya sambil membelai wajahku.
“Tidak sayang, aku tidak menyesal. Yang kupikirkan bagaimana jika aku tak mampu melepaskan diri darimu sebab dulu pernah mencintaimu,” kataku sambil menciumi rambutnya.
Anna merebahkan kepalanya di pangkuanku dan jari-jarinya bermain lembut di pahaku, bisiknya “Aku hanya menjalani hidup ini Gus. Suamiku tahu kalau aku benar-benar ingin punya anak, tapi ia tidak bisa menghamiliku. Kami sudah lama membicarakan dirimu dan menimbang segalanya. Aku, kelak kau menikah dengan gadis baik, yang bisa memberikanmu kebahagiaan seutuhnya.” Jari-jarinya terus menelusuri setiap inci pahaku hingga kurasakan penisku kembali menegang.
“An, aku mau tanya satu hal. Kuharap kau tidak tersinggung,” kataku. “Koq kau begitu ahli main, sampai main anal segala?” tanyaku.
“Oh itu. Kamu tidak usah curiga. Jenuh menunggu anak tidak kunjung ada, kami berdua suka mencoba-coba berbagai posisi. Tadinya sih atas anjuran dokter, mana tahu bisa jadi. Lama-lama setelah suamiku mau periksa ke dokter, baru ketahuan kalau bibitnya lemah, sehingga tak bisa membuahi rahimku. Tapi kami sudah telanjur suka posisi macem-macem. Begitulah ceritanya Gus!”
Aku tidak menanggapi kalimatnya dengan kata-kata, tetapi mengangkat dagunya dan mencium bibirnya. Ciuman membara yang kembali terjadi di antara kami membuat kami berdua kembali hanyut dalam gelora asmara. Jari-jarinya bermain di dadaku sedangkan jari-jariku membelai tubuhnya. Ia berlutut ia antara pahaku dan kembali mencium dan menjilati penisku sehingga mencapai ketegangan puncak. “Gimana Gus, kamu mau main lagi kan?” tanyanya sambil memandang wajahku. “Ya sayang, tapi kamu tidak capek?” “Nggak Gus, demi kamu, aku mau lagi,” jawabnya.
Anna berbaring di sofa panjang dan ketika aku akan menindihnya dari atas ia melarangku. “Kenapa, An?” tanyaku tak mengerti. “Ntar dulu, kita coba posisi ini. Kau pasti suka deh!” katanya. Ia turun dari sofa ke karpet di bawah, lalu ia tarik kedua kakinya ke arah kepalanya, kedua tangannya menahan belakang lututnya hingga kembali vaginanya terpampang lebar-lebar menantikan kedatangan penisku. Aku memasukkan penis ke dalam vaginanya sambil menikmati posisi tersebut. Sambil memasuk-keluarkan penisku ke dalam vaginanya, kuamati Anna semakin menarik bagian bawah tubuhnya ke atas sedemikian rupa hingga pinggulnya agak terangkat. Aku mulai paham maksudnya. Dengan posisi berlutut, aku memasukkan penisku ke vaginanya. Hunjaman penis agak berat kurasa dengan posisi itu, tetapi nikmatnya tak terkatakan.
Beberapa saat kami mempertahankan posisi itu, lalu ia berkata, “Gus, pegang tanganku.” Kutarik kedua tangannya dan tubuhnya melekat erat di tubuhku hingga payudaranya begitu terasa kenyal menghimpit dadaku. “Gus, kamu kuat nggak jika berdiri sekarang?” bisiknya pelan di telingaku. Aku tidak menjawab, tapi berusaha berdiri sambil menapakkan kedua tanganku di belakang tubuh. Akhirnya kami berdua berdiri dengan posisi saling menempel. Tiba-tiba kedua kakinya ia angkat tinggi dan memeluk kedua pahaku. Untungnya tubuh Anna langsing, sehingga aku kuat dibebani oleh tubuhnya dengan cara demikian. Sambil memeluk leherku erat-erat, ia menaik-turunkan tubuhnya hingga vaginanya turun naik di atas penisku. Kupegang erat kedua bongkah pantatnya sambil menghunjamkan penis ke dalam vaginanya.
“Gus, jalan yuk,” bisiknya lagi. Aku menurut saja kata-katanya. Kulangkahkan kaki selangkah demi selangkah mengitari ruangan itu sambil menikmati naik-turunnya tubuh Anna menghunjam penisku. Baru kuingat, inilah yang disebut dalam Kamasutra sebagai posisi monyet menggendong anaknya. Kami melakukan hal itu agak lama dan kemudian ia berkata, “Gus, aku udah mau dapet lagi. Turunkan aku dong!”
Kuturunkan tubuhnya dan ia mengambil posisi berlutut menghadap sofa sambil memintaku memasuki tubuhnya dari belakang. Kuarahkan penis ke vaginanya lalu memaju-mundurkan tubuhku sambil meremas-remas kedua payudaranya dari belakang. Erangan Anna semakin kuat ketika hunjaman penisku semakin cepat masuk-keluar vaginanya. Aku tidak ingat sudah berapa lama kami melakukan itu, ketika tiba-tiba kurasakan dinding vaginanya kembali berdenyut-denyut tanda akan orgasme lagi. “Guuuussss …. Aaaauuuukhhhhhh nikmatnya sayanggggg!!!” jeritnya sambil menghempaskan pantatnya kuat-kuat ke arah pahaku. Cairan vaginanya begitu banyak kurasakan, “Ann, koq banyak banget cairanmu?” tanyaku heran. Masih dengan napas tersengal-sengal, ia menjawab, “Gus, akh, eeeh….. aku kadang-kadang bisa orgasme sambil keluar pipis. Kalau benar-benar horny, itu yang kualami. Dengan Dicky kejadian begini amat jarang, tapi denganmu koq bisa begitu mudah kurasakan? ” “Maaf ya Gus, jadi becek gini,” katanya. “Kamu jadi nggak bisa orgasme dengan beceknya memekku. Pake analku lagi dech,” katanya.
Kutempatkan tubuhnya di sofa dan kuangkat kedua kakinya ke atas sambil mengarahkan penis ke analnya yang basah akibat tetesan cairannya. Kepala penisku masuk sedikit demi sedikit. Kumasukkan hingga leher penisku. Pada tahap itu, kukeluarkan lagi penisku. Demikian seterusnya masuk keluar. Ia merengek, “Gus, masukkan lebih dalam dong! Jangan siksa aku, aku jadi mau dapat lagi nih karena kepandaian kamu main!” Kutekan penisku masuk keluar makin dalam ke analnya, sementara kedua tanganku menahan kedua kakinya yang terpentang lebar-lebar. Jari-jari tangan kanannya menampar-nampar labia vaginanya dan sesekali memilin-milin klitorisnya, sedangkan tangan kirinya meremas-remas kedua payudaranya bergantian. “Kasihan juga perempuan ini, andaikan suaminya bangun, ia sudah bisa membantu meremas payudara dan menyentuh vaginanya,” pikirku. Kami berdua semakin cepat melakukan gerakan, geliat pinggulnya begitu seksi ketika hunjaman penisku semakin cepat ke dalam analnya. Dengan suatu sentakan kuat, kumasuki liang analnya sedalam-dalamnya dan kunikmati denyutan analnya yang begitu kuat hingga kurasakan seakan-akan spermaku tertahan akibat jepitan hebatnya. Aku merasa tersiksa atas keadaan itu, dan dengan cepat kucabut penisku tanpa menghiraukan protesnya, “Ada apa, Gus? Keluarin aja di situ!” Cairan spermaku hampir saja muncrat di luar tubuhnya, karena aku sudah mencapai puncak kenikmatan. Kulihat vaginanya masih membuka lebar, kupentang kedua pahanya dan kembali penis kubenamkan dalam-dalam memasuki rongga vaginanya. Denyutan vaginanya masih terasa begitu kencang tetapi karena begitu banyak cairannya, jepitannya tak sekencang analnya. Sambil mengerang kuhunjamkan penisku sedalam-dalamnya. “Guuusss, gila kamuuuuu ….. enak banget sihhhhhh?” jeritnya sambil memeluk pinggangku kuat-kuat dan merasakan kukunya lagi-lagi menancap di bagian belakang tubuhku.
Tak terasa kami berdua main dua ronde lagi di ruang keluarga itu. Dan tertidur dalam keadaan berpelukan dengan bertelanjang di karpet. Kami baru terbangun ketika merasakan silau cahaya matahari memasuki celah-celah gordyn ruangan itu. Anna terbangun, hingga membuatku juga ikut terbangun. Kami berdua berdiri sambil berciuman lagi. Sambil menggandeng tanganku, Anna mengajakku menuju kamar tidur mereka dan kami menyaksikan suaminya masih tidur nyenyak. Anna mengajakku mandi berdua di kamar mandi di kamar mereka. Kami berdua mandi di bathtub saling menyabuni tubuh dan kembali main satu ronde di dalam air. Luar biasa. Entah sudah berapa kali orgasme yang Anna nikmati. Ketika kami keluar dari kamar mandi, suaminya masih tidur, sampai Anna membangunkannya dengan ciuman lembut.
Setelah suaminya mandi, kami sarapan bertiga. Suaminya minta maaf karena begitu nyenyak tidur. Anna menukas, “Nggak apa-apa koq Mas. Agus maklum dan ia bisa melayani permintaanku main lagi di ruang keluarga dan di kamar mandi.”
“Luar biasa. Kalian berdua benar-benar hebat,” puji suaminya tanpa rasa cemburu sedikit pun. “Gus, aku sangat berterima kasih atas kedatanganmu. Belum pernah kulihat Anna segembira ini,” lanjutnya. “Kuharap ini bukan yang terakhir kali kita bertiga, walaupun tadinya aku merasa aneh dengan ide gilanya Anna mengajak kamu main dengan kami. Setelah kualami sendiri, ternyata amat nikmat. Aku sendiri merasa seakan-akan menjadi pengantin baru kayak dulu lagi,” katanya lagi. Aku hanya tersenyum menanggapi percakapan itu.
Itulah pengalamanku pertama kali bertiga dengan Anna dan suaminya. Beberapa kali kami masih melakukan hal serupa. Kadang-kadang Anna memintaku tidur di rumahnya ketika suaminya tugas selama tiga minggu di luar negeri. Tiada hari tanpa persetubuhan yang kami lakukan berdua. Uniknya lagi, saat suaminya menelepon dari luar negeri, Anna sengaja mengaktifkan headphone agar suaminya dapat mendengar desahan dan rintihan kami. Entah apa yang dilakukan suaminya di ujung sana, tapi ia berterima kasih kepadaku yang mau membantu mereka. Hal itu kami lakukan cukup lama.
Pernah Anna mengajak aku dan suaminya main bersama seorang teman perempuannya waktu kuliah di Australia. Henny namanya, orang Sunda. Orangnya tidak secantik Anna, tetapi manis. Sudah menikah tetapi juga sama dengan Anna, belum punya anak. Akhirnya aku mengerti bahwa baik Anna maupun Henny adalah biseks. Mereka bulan lesbian murni, tetap menginginkan lelaki, tetapi tak bisa melupakan teman intimnya dulu. Kisah ini akan kuceritakan di saat berikut. Suami Anna sangat berterima kasih, ketika setahun kemudian meneleponku memberitahukan bahwa Anna sedang hamil dua bulan. Ia memintaku datang ke rumah mereka, tetapi aku mengelak dengan alasan sedang ada kerjaan kantor yang tak dapat ditinggalkan. Padahal, aku tak kuasa menahan gejolak di hati, bahwa benih yang dikandung Anna adalah anakku. Aku hanya dapat berharap mereka bahagia dengan kehadiran anak itu. Tiga tahun kemudian aku menikah dengan seorang gadis Jawa. Ia tidak secantik Anna, tidak juga semanis Henny, tetapi ia mencintaiku dengan tulus dan mau menerima diriku apa adanya. Pernah Anna meneleponku karena rindu lama tak bertemu denganku dan bertanya apakah aku tidak ingin melihat anakku yang pernah ia kandung. Aku katakan rindu, tetapi tak kuasa bertemu mereka. Hanya berharap mereka bahagia dan rukun selalu. Mendengar kata-kataku, Anna terisak di telepon dan berharap, jika suatu ketika aku mau bertemu dengannya, Dicky tak pernah cemburu, bahkan jika aku memintanya, ia akan melayaniku lagi.